DPR Sahkan RUU ASN jadi Undang-Undang, Atur Skema Pengangkatan Honorer

ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt.
Pegawai honorer se-Provinsi Banten dan Forum non-ASN Provinsi Jawa Tengah (Fornas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/8/2023).
3/10/2023, 16.22 WIB

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang berlangsung Selasa (3/10) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi undang-undang. 

“Selanjutnya kami tanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang perubahan atas UU 5/2014 tentang ASN dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat. Pertanyaan itu dijawab dengan koor setuju dari peserta sidang yang hadir. 

Pengesahan perubahan UU ASN sebelumnya telah didahului dengan pengambilan keputusan tingkat pertama di komisi II. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan pada putusan tingkat pertama dari 9 fraksi di DPR hanya Partai Keadilan Sejahtera yang menerima dengan catatan. 

Dalam catatannya PKS meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun. Pengangkatan itu dilakukan berdasarkan mekanisme CPNS maupun PPPK dengan kriteria rekrutmen atau seleksi jalur tertentu.

Fraksi PKS juga menyatakan dukungan terhadap sistem kerja PPPK paruh waktu dengan syarat bahwa hak penghargaan dan kesejahteraan bagi pekerja PPPK paruh waktu tak berbeda dengan PNS dan PPPK penuh waktu. Selain itu, hal tersebut juga harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang mereka emban. 

PKS juga mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah tenaga honorer paling lambat tahun 2024 dengan melakukan konsultasi bersama DPR, tanpa adanya pemutusan hubungan kerja secara massal. Ahmad Doli menuturkan pembahasan UU ASN yang baru disahkan ini butuh waktu yang sangat panjang yaitu kurang lebih dua tahun sembilan bulan. 

Ia berharap UU ASN dapat menjawab tantangan ASN ke depan agar terciptanya birokrasi yang profesional dan berkelas dunia, indeks persepsi korupsi yang semakin baik, hingga indeks efektivitas pemerintahan yang semakin baik.  ”Hal ini dilakukan demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan masyarakat yang makin sejahtera,” tutur Doli.

Penataan Tenaga Honorer

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer). Ia menyebut saat ini jumlah tenaga honorer sudah mencapai 2,3 juta orang yang mayoritas berada di instansi daerah. 

“Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal,” ujar Anas.

Ia juga menuturkan usai disahkannya RUU ini menjadi undang-undang, akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Perluasan ini diharapkan dapat menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer. 

“Nanti didetilkan di Peraturan Pemerintah,” ujar Anas.

Komisi II DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ibnu Mahmud Bilalludin  mengatakan DPR mendukung upaya untuk menghapuskan tenaga honorer tanpa pemecatan massal. Oleh karena itu ia mengatakan para tenaga honorer diberikan prioritas untuk diangkat menjadi ASN secara bertahap dengan tetap mematuhi prinsip keadilan dan tanpa diskriminasi.

Ia juga menilai pemerintah telah beberapa kali melakukan pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (PNS). Ibnu menjelaskan, hal tersebut tertuang dalam PP Nomor 56 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi calon PNS. 

Pasal 66 UU ASN menyebutkan penataan tenaga honorer perlu merujuk pada hasil validasi dan audit yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi alias Kemenpan RB, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Adapun anggota komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Muhammad Toha menyampaikan penataan tenaga honorer juga harus sesuai dengan kebutuhan di kementerian, lembaga pemerintah daerah, dan instansi lainnya.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila