Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (3/10).
UU ASN ini memperbaharui UU Nomor 5 Tahun 2014. ASN yang dimaksud adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Menurut pasal 52 UU tersebut, PNS dan PPPK akan diberhentikan secara tidak hormat jika menjadi anggota maupun pengurus partai politik. Pemberhentian pegawai ASN terbagi menjadi dua, yakni atas permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri.
Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan apabila pegawai ASN mengundurkan diri.
Menurut UU ini, ada empat hal yang menyebabkan PNS atau PPPK diberhentikan secara tidak hormat. Selain aktif di partai politik, PNS dan PPPK juga diberhentikan tidak hormat jika melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat, dan dipidana karena tindak kejahatan
Secara rinci, pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi Pegawai ASN dilakukan apabila:
- Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Meninggal dunia
- Mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanjian kerja
- Terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
- Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban
- Tidak berkinerja
- Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat
- Dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun
- Dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan
- Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.