Pemerintah menetapkan tanggal pencoblosan Pemilu 2024, yakni 14 Februari, sebagai hari libur. Penetapan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Hari Pemungutan Suara Pemilihan Umum Tahun 2024 Sebagai Hari Libur Nasional.
Penetapan hari libur nasional dalam rangka Pemilu 2024 ini, untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada warga negara Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya.
Meski demikian, tidak semua bidang usaha memiliki kebijakan meliburkan karyawan di hari-hari libur tertentu, termasuk libur saat Pemilu 2024 ini. Aturan masuk di hari lbur memang diperbolehkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang keteagakerjaan.
Aturan Masuk Kerja di Hari Libur Nasional
Aturan pekerja/karyawan yang bekerja saat hari libur resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Hak dan kewajiban pekerja terkait dengan hari libur resmi, diatur dalam Pasal 85 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan, bahwa pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
Pelaku usaha atau perusahaan diperbolehkan untuk memperkerjakan karyawan pada hari libur resmi, apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut, harus dilakukan secara terus-menerus, atau pada keadaan lain. Namun, hal ini harus berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan perusahaan.
Jenis pekerjaan yang dimaksud, diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003, antara lain:
- Pelayanan jasa kesehatan
- Pelayanan jasa transportasi
- Jasa perbaikan alat transportasi
- Usaha pariwisata
- Jasa pos dan telekomunikasi
- Penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM) dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi
- Pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan dan sejenisnya
- Media massa
- Lembaga pengamanan
- Lembaga konservasi
- Pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi
Artinya, di hari-hari libur resmi yang telah ditetapkan pemerintah, pekerja tidak wajib bekerja. Meski demikian, pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu yang harus dijalankan secara terus-menerus, sebagaimana tertera dalam Pasal 3 Ayat (1) Kepmenakertrans 233/2003, perusahaan dapat mempekerjakan pekerjanya.
Namun, pelaku usaha atau perusahaan yang mempekerjakan pekerja untuk kerja di hari libur resmi tersebut, wajib membayar upah kerja lembur.
UU Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans 233/2003 tidak menyebutkan mengenai kelonggaran untuk perusahaan yang memperkerjakan karyawan saat hari libur resmi. Dalam hal ini kelonggaran mengganti upah lembur dengan insentif atau menggeser hari libur.
Mengutip Hukum Online, apabila manajemen perusahaan menggeser hari libur resmi ke hari lain untuk memperpanjang hari istirahat mingguan, dan menghilangkan hak atas upah kerja lembur. Maka penghilangan hak atas upah kerja lembur tersebut, bertentangan dengan hukum.
Pasalnya, menggeser hari libur tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk membayar upah lembur, sebagaimana yang diamanatkan dalam aturan ketenagakerjaan Indonesia.
Hal ini dikarenakan menggeser hari libur tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar upah kerja lembur.
Jika pekerja tetap masuk di hari libur resmi, karena sifat pekerjaannya tidak dapat dihentikan, namun tidak mendapatkan upah lembur. Maka, perusahaan akan dikenai sanksi berdasarkan Pasal 187 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Sanksinya, adalah pengenaan sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta, dan paling banyak Rp 100 juta.