Pemerintah Uraikan Alasan Beri Fasilitas Ekspor Impor Permanen untuk Sritex
Pemerintah memberikan stimulus izin ekspor impor tak terbatas kepada perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Sritex sebelumnya telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Senin, 21 Oktober 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan fasilitas izin ekspor impor tanpa batas waktu itu merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada industri padat karya.
“Yang penting industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja di dalam negeri harus dilindungi,” kata Airlangga di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (5/11).
Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil di Indonesia selama 58 tahun. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex telah berkontribusi bagi Solo Raya, Jawa Tengah, dan Indonesia.
Manajemen Sritex mengatakan saat ini sekitar 14.112 karyawan terdampak langsung, bersama 50.000 karyawan dalam Grup Sritex. Selain itu, banyak usaha kecil dan menengah lainnya yang keberlangsungannya bergantung pada aktivitas bisnis Sritex.
Pemerintah juga mendorong Sritex untuk melakukan restrukturisasi utang kepada pada debitur. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa Sritex memiliki total utang kredit mencapai Rp14,64 triliun yang mayoritas sejumlah 98,5% merupakan utang terhadap 27 bank.
Sedangkan menurut laporan keuangan perusahaan pada paruh pertama 2024, Sritex terlilit utang mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp24,8 triliun. Lebih dari separuhnya atau Rp12,87 triliun adalah utang terhadap puluhan perbankan.
Tercatat, utang paling banyak Sritex adalah pada BCA, yakni berupa utang jangka pendek dan jangka panjang total mencapai Rp1,3 triliun.
Selain itu, Sritex juga memiliki utang pada BNI sebesar Rp368,9 miliar. Kemudian juga ke belasan bank swasta, bank pembangunan daerah, hingga bank asing.
Tidak hanya utang bank, Sritex juga terlilit utang non-bank sebesar Rp11,9 triliun, dengan utang obligasi mencapai Rp5,8 triliun. “Tentu Sritex perlu restrukturisasi yang dilakukan oleh pemilik. Yang punya utang,” ujar Airlangga.
Politisi Partai Golkar itu juga menyebutkan bahwa pemerintah belum berencana untuk memberikan modal negara kepada Sritex sebagai fasilitas pembayaran utang kepada kreditur. “Belum, belum ada,” kata Airlangga.
Airlangga menepis situasi industri tekstil domestik tengah memasuki fase penurunan alias sunset industry. Menurutnya masih ada harapan mengejar permintaan produk garmen dan tekstil dari negara lain.
“Sampai kapanpun yang namanya industri tekstil itu merupakan kebutuhan esensi manusia. Semua orang mau berpakaian. Selama orang berpakaian, aman,” kata Airlangga.