Pemerintah menargetkan sebanyak 400 ribu unit kendaraan beremisi rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV) beredar di pasar Indonesia pada 2025. Angka tersebut setara dengan 20 persen jumlah produksi unit kendaraan per tahun.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan kendaraan LCEV merupakan modal bagi Indonesia mengurangi penggunaan bahan bakar berkarbon tinggi. Kendaraan LCEV ini dibagi menjadi dua tipe, yakni mobil elektrik (listrik) dan hybrid (gabungan listrik dan bahan bakar minyak).
"Kami sudah berbicara dengan Ketua Umum Gaikindo, salah satunya menargetkan pada tahun 2025, sekitar 20 persen dari total kendaraan yang dijual atau 400 ribu unit mobil rendah emisi atau mobil LCEV sudah masuk pasar Indonesia," ujar Airlangga, saat penyelenggaraan pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (
Untuk mengejar target tersebut, pemerintah tengah menyiapkan regulasi terkait kendaraan LCEV. Aturan yang akan dikeluarkan berupa Peraturan Presiden (Perpres) dan saat ini Kementerian Perindustrian sedang menyusun drafnya. (Baca: Kementerian Perindustrian Usul Penyederhanaan Pajak Mobil Listrik)
Airlangga mengatakan Perpres ini juga akan menyempurnakan kebijakan Kementerian Perindustrian yang telah dikeluarkan sebelumnya. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 59 Tahun 2010 tentang industri kendaraan bermotor.
Salah satu poin utama yang ada dalam Perpres ini dalam mengejar target 2025, adalah pemberian insentif bagi kendaraan-kendaraan LCEV. Airlangga menyebutkan pemerintah akan memberikan bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan LCEV, lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional.
Dia juga menjanjikan aturan terkait kendaraan berkarbon rendah ini segera terbit. Pihaknya akan segera bertemu dengan Kementerian Keuangan untuk membahas aturan tersebut, terutama dari sisi insentif perpajakannya. (Baca: Astra Minta Insentif Mobil Hybrid Sebelum Kembangkan Mobil Listrik)
Terkait kebijakan standar bahan bakar kendaraan Euro 4 yang akan mulai berlaku wajib pada tahun depan, Airlangga mengaku masih menyusun aturan teknis di kementeriannya. "Euro4 sendiri bisa tuntas sebelum Asean Games," ujarnya.
Airlangga menyadari aturan mengenai standar bahan bakar yang lebih ramah lingkungan ini perlu diterapkan di Indonesia. Selama ini, masih banyak kendaraan di Indonesia yang menggunakan standar emisi Euro 2, karena BBM yang tersedia di dalam negeri masih mengacu standar tersebut.
"Karena kita menjadi salah satu negara di Asia yang masih menggunakan Euro 2. Di asia memang tinggal sedikit lagi. Dengan Euro 4 kami harap lingkungan menjadi lebih bersih," ujar Airlangga. (Baca: Euro4, Jalan Industri Otomotif Nasional ke Pentas Dunia)
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menilai aturan standar Euro 4 cukup penting diterapkan. Sebab selain dapat menjaga lingkungan, aturan tersebut dinilai dapat membuka kesempatan ekspor.
Selain itu, dia menilai industri manufaktur otomotif dapat melakukan efisiensi biaya. Pasalnya, kebanyakan negara sudah menggunakan kendaraan dengan standar emisi Euro 4. "Di samping menghasilkan emisi rendah. Lini produksi juga bisa digunakan pasar domestik untuk ekspor," kata Nangoi