Pemerintah mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang ada dalam Instruksi Presiden No. 5/2015. Pertimbangannya ialah kenaikan HPP dalam peraturan ini bisa memicu lonjakan harga di tingkat konsumen.
Agung Hendriadi selaku Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian menyatakan, rerata serapan beras dalam negeri Perum Bulog pada November 2018 kurang dari 1.000 ton per hari.
Berdasarkan Inpres 5/2015, Bulog melakukan pembelian harga gabah sebesar Rp 3.700 per kilogram dan harga beras Rp 7.300 per kilogram. Saat ini, pemerintah memberikan fleksibilitas sebesar 10% lebih besar supaya pembelian Bulog bisa lebih tinggi.
"Aturan (instruksi presiden) itu sebagai pengendalian harga," kata Agung di Jakarta, Jumat (16/11). (Baca juga: Jaga Harga Beras, Mendag Surati Menteri BUMN untuk Operasi Pasar Bulog)
Penyerapan beras Bulog per 14 November 2018 hanya 54,65% atau sebesar 1,53 juta ton dari target 2,72 juta ton untuk tahun ini. Menurut Agung, minimnya penyerapan karena besarnya impor Bulog mencapai 1,8 juta ton.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah segera merevisi Inpres 5/2015 tentang pembelian harga gabah dan beras petani. Aturan itu menyebabkan penyerapan beras dan gabah Bulog tak optimal.
(Baca juga: DPR Minta Pemerintah Segera Merevisi Inpres HPP Gabah dan Beras)
Alhasil, posisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dari dalam negeri menjadi sangat rendah. "Daya serap Bulog rendah sehingga harus ada evaluasi harga," kata Wakil Ketua Komisi Pertanian DPR Michael Wattimenadi, pekan lalu.
Dia menjelaskan, petani memilih penjualan kepada gabah dan beras kepada tengkulak atau pedagang besar karena harga jualnya lebih tinggi, sekitar Rp 5.000 per kilogram. Imbasnya, pemerintah melalui Bulog tak mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelian.