Pemerintah akan mendorong negara produsen sawit besar lain seperti Malaysia untuk menerapkan mandatori campuran biodiesel ke minyak sawit sebesar 20% (B20) seperti Indonesia. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan tersebut bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan permintaan sawit, guna mengerek harga minyak sawit mentah(Crude Palm Oil /CPO) internasional.
Menurutnya, Malaysia baru menerapkan kebijakan biodiesel sebesar 7,5% untuk bahan bakar nabati (BBN). Padahal, Malaysia telah mengamanatkan mandatori 10% pada tahun ini. "Sehingga tahun depan kami dorong lagi mereka ikut Indonesia (menerapkan) B20," kata Airlangga di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (5/11).
Permintaan tersebut akan disampaikan melalui Ministerial Meeting dan Senior Official Meeting (SOM) Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) yang akan berlangsung di Malaysia dalam waktu dekat.
(Baca: Tahan Pelemahan Harga CPO, Pemerintah Siapkan Dua Strategi Kebijakan)
Selain itu, pemerintah juga akan membahas kebijakan panen awal (early harvest) antara Malaysia dengan India. Dengan kebijakan tersebut, Malaysia dikenakan bea masuk CPO ke India sebesar 40% atau lebih rendah 4% dari pengenaan bea masuk CPO Indonesia sebesar 44%.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan berlaku pada Januari 2019. "Tentu ini merugikan posisi Indonesia sehingga kami melihat posisi untuk negosiasi dengan Malaysia," ujarnya.
Peningkatan konsumsi minyak sawit dan perbaikan harga CPO dunia juga diamini Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun. Dia mengatakan, apabila Malaysia menerapkan mandatori B20 seperti Indonesia, maka produksi CPO di dalam negerinya akan banyak terserap. Dengan tingginya penyerapan atau permintaan minyak sawit di beberapa negara, maka diharapkan harga CPO global juga akan terkerek.
(Baca: Permintaan Global Belum Membaik, Gapki Estimasi Ekspor CPO Turun 5%)
"Sawit kita saat ini mengalami tingkat harga yang rendah. Ada kemungkinan harga CPO kembali naik. Pertama, melalui penurunan produksi, yang memang musimnya sekarang sejak akhir Oktober-Januari. Kedua, penyerapan lebih banyak di Indonesia dan negara lain," kata dia.
Hingga akhir Oktober 2018, harga rata-rata CPO dunia tercatat melemah sebesar 24% menjadi US$ 485 per ton dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 636 per ton.