Harga Jagung Naik, Harga Pakan Ternak Berpotensi Melonjak

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Petani memanen jagung di Desa Kaleke, Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (10/12). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan jumlah produksi jagung nasional pada 2018 mendatang mencapai 23,48 juta ton dan akan mampu memenuhi kebutuhan jagung nasional sekitar 19 juta ton pertahunnya.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
26/9/2018, 07.49 WIB

Kenaikan harga jagung naik berpotensi mengerek laju harga jual pakan ternak. Sebab, jagung merupakan bahan baku utama yang berkontribusi sebesar 50% dalam komponen biaya produksi pakan ternak. Karenanya, pemerintah diminta mengamankan harga jual jagung untuk mengantispasi kenaikan. 

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian mencatat harga jagung sekarang sudah mencapai Rp 5.380 per kilogram di tingkat petani. Sementara harga jual jagung  eceran rata-rata sebesar Rp 6.320 per kilogram, naik  dari harga acuan jagung  sebesar Rp 4 ribu per kilogram sebagaimana yang tercantumdalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017. Aturan itu juga menetapkan harga acuan jagung di tingkat petani dengan penghitungan persentase kadar air.

(Baca : Kemarau Panjang dan Penurunan Produksi Kerek Harga Jual Jagung)

Kepala Seksi Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Yoseph menyatakan komposisi produk pakan ternak sudah mengalami kenaikan.

Sebab, 70% dari  Harga Produksi Pokok (HPP) berasal dari biaya produksi pakan, dengan rincian sebanyak 35% dikontribusi dari biaya pembelian jagung giling, 10% bekatul, 16% buntil kedelai, 4% bahan olahan, dan 5% premik, obat, serta vaksin. Sementara 30%  sisanya dari biaya operasional dan distribusi.

Dia mencontohkan, dengan harga jagung yang mulai naik dari acuan Rp 4.000 per kilogram menjadi Rp 5.500 per kg, hal ini akan mengerek HPP menjadi Rp 7.280 per kilogram.

"Kalau komposisinya bergerak sedikit, ongkos produksi akan respons dengan cepat," kata Yoseph di Jakarta, Selasa (25/9).

Sementara di sisi yang lebih hilir, seperti harga telur dan ayam ras, menurutnya harga bergerak lebih elastis lantaran mengikuti perkembangan suplai dan permintaan konsumen. 

Yoseph menyebutkan ongkos pengiriman juga menjadi salah satu faktor yang harus dijaga, untuk menentukan harga jual atau harga produksi jagung. "Untuk pakan, tidak hanya nilai tukar mata uang rupiah, tetapi juga komponen harga lainnya," ujarnya.

(Baca : Charoen Pokphand Akan Hibahkan 10 Mobil Pengering Jagung ke Petani)

Direktur Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sri Widayati, mengungkapkan bahwa sentra jagung masih tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Sementara itu, 56 dari 92  pabrik pakan ternak masih berada di Pulau Jawa.

Untuk menjaga kualitas sebaran produk, produsen biasanya akan melakukan penyimpanan pascapanen dengan lantai jemur. "Perusahaan atau trader juga harus punya andil untuk mengadakan pengering," katanya.

Sebab, investasi pengadaan silo atau tempat penyimpanan jagung biasanya relatif besar atau sekitar Rp 7 miliar termasuk di antaranya biaya sewa. Karenanya, pemerintah tengah berupaya menekan biaya produksi jagung dengan mengembangkan mobil pengering jagung dengan harga Rp 1,2 miliar per unit. "Itu akan masuk ke program kami tahun 2019," ujar Sri.

Kementerian Pertanian, memproyeksikan produksi pakan ternak tahun ini bisa mencapai 19,4 juta ton, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun lalu 18,2 juta ton. Sedangkan kebutuhan jagung untuk pakan bagi pabrik penggilingan pakan sekitar 650 ribu ton per bulan dan kebutuhan peternak ayam layer yang butuh sedikit hanya 200 ribu ton per bulan.

Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengungkapkan  infrastruktur dan jaringan logistik merupakan salah satu hal yang penting untuk mengamnkan pasokan produk pertanian dan pangan, di samping berperan untuk menekan biaya produksi.

Selain itu, dia juga meminta pemerintah mengembangkan teknologi pertanian serta tata kelola rantai pasok pangan. "Akan lebih baik jika ada jalur distribusi khusus untuk pasokan pangan," kata Bhima.

Sebelumnya, musim kemarau panjang yang terjadi di beberapa daerah mengerek harga jual jagung. Sebab, musim panas yang lebih panjang telah mengurangi kadar air dalam jagung sehingga kualitas produksi jagung yang tercapai dalam beberapa waktu terakhir semakin membaik sehingga harganya tinggi.

(Baca juga : Produktivitas Benih Jagung Bantuan Pemerintah Jauh dari Target)

Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Shollahudin menyatakan kadar air hasil produksi jagung bisa mencapai 14% sampai 17%, sesuai kebutuhan industri. “Kualitasnya bagus sehingga harga naik,” kata Shollahudin, bulan lalu.

Selain karena kondisi cuaca, kenaikan harga jagung juga diakuinya karena produksi semester dua yang lebih rendah dibandingkan semester pertama. Menurutnya, semester I biasanya menyumbang 65% terhadap rata-rata produksi jagung selama tahun, sementara 35% sisanya biasanya ada di semester II. Menurut data APJI, produksi jagung nasional pada semester pertama telah mencapai 18 juta ton dari target produksi setahun sebanyak 30 juta ton.

Pasokan yang lebih sedikit pada semester kedua juga menjadi salah satu pemicu harga jagung yang tinggi. “Selama tiga bulan terakhir harga stabil dan ideal untuk industri,” ujar Shollahudin.

Dia menyebutkan harga jagung di tingkat petani saat ini stabil di kisaran Rp 3.500 hingga Rp 3.600 per kilogram dan sekitar Rp 3.900 per kilogram di pabrik. Sementara dari segi kualitas kadar air pada semester pertama atau saat panen musim hujan bisa mencapai 35%. Sehingga harga pada Februari dan Maret hanya sekitar Rp 3.200 per kilogram.

Reporter: Michael Reily