Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan integrasi transportasi wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) tak bisa ditunda lagi. Pemerintah akan mempercepat sistem jaringan transportasi antarwilayah tersebut.
Dalam Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara pagi tadi, Jokowi menyebut dampak kerugian kemacetan sangat tinggi. “Angkanya Rp 65 triliun karena kemacetan setiap tahun, bahkan sampai Rp 100 triliun,” katanya, Jakarta, Selasa (19/3).
Ia meminta egosektoral, seperti antarkementerian dan antardaerah, bisa dihilangkan. Alasannya, kerugian akibat kemacetan yang besar sudah masuk dalam ranah kepentingan nasional.
(Baca: Euforia Menyambut MRT Jakarta)
Sistem transportasi perkotaan dan tata ruang, menurut dia, harus memiliki kesinambungan antarmoda transportasi. Misalnya, Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), Transjakarta, Kereta Rel Listrik (KRL), dan sarana serta prasana transportasi lain.
Yang penting pula, layanan transportasi harus memberikan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat. “Saya yakin (dengan cara ini) akan mengurangi kemacetan yang ada di Jabodetabek. Kami harap selesai MRT dan LRT, lanjut yang lain,” ujar Jokowi.
Penugasan untuk JK
Sebelumnya, Jokowi menugaskan Wakil Presiden M Jusuf Kalla (JK) untuk mengelola transportasi wilayah Jabodetabek untuk mengatasi kemacetan. Nantinya, JK akan memimpin koordinasi dan memecahkan masalah integrasi transportasi di wilayah itu.
Hal ini dikatakan Kepala Staf Presiden Moeldoko usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/1). Penugasan ini dilakukan mengingat sistem transportasi Jabodetabek berada di dalam wilayah tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Langkah tersebut juga dilakukan demi mengurangi macet yang berada di wilayah ini. "Ini diarahkan ke Pak Wapres untuk mengkomunikasikan perbedaan otoritas dan wilayah geografis," kata Moeldoko.
Salah satu yang akan dibenahi adalah integrasi pembayaran berbagai moda transportasi Jabodetabek. Apalagi dalam waktu dekat akan ada sejumlah infrastruktur wilayah Ibukota dan penyangganya yang akan terbangun, seperti LRT.
(Baca: Jokowi: Kerugian Akibat Macet di Jabodetabek Rp 65 Triliun per Tahun)
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, JK juga berwenang menyatukan beberapa izin dan fungsi kegiatan transportasi di Jabodetabek. Salah satunya adalah soal Transit Oriented Development (TOD) alias kawasan hunian yang terintegrasi dengan sistem transportasi.
JK juga akan memimpin pembahasan lembaga khusus yang mengurus integrasi, perizinan, hingga investasi di bidang transportasi di Jabodetabek. "Selama ini (urusan) kereta api harus ada rekomendasi Kementerian Perhubungan, membangun jalan (izinnya) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Pemprov DKI Jakarta," katanya.
Budi membuka kemungkinan berbagai instansi seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) memiliki wewenang ini. Meski demikian, dia mengatakan, BPTJ baru menjadi lembaga di bawah Kemenhub sehingga kecil kemungkinan diubah fungsinya.