Kesiapan proyek transportasi Mass Rapid Transit (MRT) atau yang dikenal dengan Ratangga untuk dioperasikan mencapai 98%. Manajemen PT Moda Raya Terpadu Jakarta menjadwalkan uji coba publik secara penuh (full trial run) akan dilakukan pada akhir Maret 2019.
"Kesiapan MRT sudah mencapai 98%, meliputi persiapan operasional yang perlu dikerjakan dan finishing (penyelesaian) di stasiun-stasiun untuk komunikasi dan sistem di tiap stasiun," ujar Sekretaris PT MRT Jakarta Muhammad Kamaluddin seperti dikutip Antara, di Jakarta, Jumat (11/1).
Adapun persiapan operasi dan pemeliharaan, seperti kesiapan sumber daya manusia (SDM) telah mencapai 83%. MRT Jakarta masih akan menambah pegawai lagi sebelum uji coba publik secara penuh dilakukan pada akhir Maret 2019.
Sebelum dicoba publik, Ratangga akan diujicoba paralel (parallel trial run) oleh pihak kontraktor dan para pemangku kepentingan hingga 25 Februari 2019. Selama proses uji coba paralel tersebut, Kamaluddin mengatakan, tidak ditemukan kendala yang berarti.
Pada operasional MRT tahap 1 akan dilakukan uji coba yang melibatkan publik namun kuotanya akan dibatasi. Dalam uji coba tersebut, masyarakat bisa menikmati MRT secara gratis.
Hingga saat ini, MRT Jakarta belum menetapkan tarif untuk Ratangga. Pasalnya, belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. MRT Jakarta mengusulkan tarif Ratangga di kisaran Rp 8.500-Rp 10.000. "Itu (tarif) keputusan dari Pemprov DKI karena yang kami sampaikan itu tarif ekonomi dari MRT. Kalau tarif diturunkan, subsidinya harus jadi lebih besar," ujarnya.
(Baca: Beroperasi Maret 2019, Jokowi: Tarif MRT Berkisar Rp 8.000 - Rp 9.000)
Stasiun Stadion BMW
MRT Jakarta juga tengah mengkaji kemungkinan membangun stasiun di Taman Bersih Manusiawi Wibawa (BMW), Jakarta Utara. Sebelumnya, PT Jakarta Propertindo sebagai kontraktor Stadion Persija di kawasan Taman BMW menyatakan pembangunan depo MRT batal karena kekurangan lahan.
"MRT, Jakpro, dan Pemprov DKI sudah mendiskusikan rencana pembangunan depo di Taman BMW. Berdasarkan pertimbangan luas yang kami butuhkan dan prioritas BMW untuk stadion, kelihatannya luasannya belum mencukupi," jelas Kamaluddin.
Untuk membangun depo, diperlukan lahan seluas 12 hektare. Sementara, total luasan lahan di Taman BMW hanya 25 hektare. "Depo itu nanti ada tempat untuk berhenti kereta, pemeliharaan kereta, dan untuk pengoperasian lainnya. Stasiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Lebih besar depo dibandingkan stasiun," ujarnya.
Oleh karena itu, tidak memungkinkan jika depo MRT dibangun di kawasan tersebut. Untuk membangun depo MRT di wilayah Jakarta lainnya, MRT Jakarta juga masih mendiskusikan opsi-opsi lainnya, misalnya perpanjangan dari Stasiun Kota.
(Baca: Momen Satu Jam Jokowi dan Anies Pertama Kali Jajal MRT Jakarta)