Kementerian Perhubungan membuka kemungkinan pengaturan ojek berbasis aplikasi online lewat Peraturan Daerah oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dilakukan lantaran Kemenhub tidak berwenang mengatur dan belum ada regulasi yang jelas mengenai moda transportasi roda dua tersebut
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengambil contoh moda transportasi seperti andong. Kendaraan ini sebenarnya tidak memiliki payung hukum sebagai angkutan umum. Namun masih bisa beroperasi di beberapa daerah sebagai angkutan umum.
Andong dianggap merupakan bagian dari kearifan lokal. Aturan mengenai transportasi ini bisa beroperasi atau tidak, diserahkan kepada musyawarah pimpinan daerah (Muspida) di masing-masing wilayah. (Baca: Kemenhub Siapkan Aturan Taksi Online Jadi Perusahaan Angkutan)
Terkait mengenai ojek online, Kemenhub menyatakan akan terus mencari cara agat bisnis aplikasi berjalan baik antara pengemudi dengan pihak aplikator. Oleh sebab itu Kemenhub mendorong Musyawarah Pimpinan Daerah untuk membahas dan merumuskan aturannya dengan pihak-pihak terkait.
"Jadi ada unsur Pemda serta Kepolisian yang ikut merumuskan," kata Sugihardjo di kantornya, Jakarta, Selasa (3/4).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis online menggelar pertemuan dengan mitra pengemudinya hari ini. Salah satunya merundingkan tarif ojek online. Meski begitu, Budi memastikan pemerintah tidak akan ikut dalam perundingan tersebut.
Dia mengatakan alasannya tidak ikut dalam perundingan karena pemerintah mengutamakan agar pengemudi mendapatkan perlindungan tarif. Makanya Kementerian Perhubungan hanya akan mengatur soal penggunaan alat keselamatan seperti helm.
"Pemerintah tidak masuk dalam perundingan," kata Budi. (Baca: Jokowi Pertimbangkan Atur Tarif Batas Atas dan Bawah Ojek Online)