Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan tetap akan mengatur kuota jumlah armada taksi online di masing-masing provinsi. Padahal Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah merekomendasikan agar Kemenhub tidak mengatur kuota.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto mengatakan memastikan kebijakan penetapan kuota armada, tetap akan dilakukan. Besaran kuota akan berbeda di setiap provinsi dengan menghitung kebutuhan di daerahnya. “Penetapan kuota per provinsi dong, nanti data per provinsi diambil dari daerah (kabupaten atau kota),” ujar Pudji saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (30/3).
(Baca: Pemerintah Mengalah, Tenggat Aturan Taksi Online Mundur Hingga Juli)
Menurutnya penetapan kuota ini masih dalam pembahasan. Kemenhub akan melakukan diskusi lanjutan dengan pemerintah provinsi serta perusahaan penyelenggara angkutan online. Pemerintah juga memberikan kelonggaran selama tiga bulan kepada penyelenggara transportasi online untuk beradaptasi terhadap revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016.
Meski begitu, dia memastikan dengan adanya kelonggaran ini, aturan tersebut tidak akan direvisi kembali. Terutama mengenai tiga poin yang masih menjadi keberatan penyelenggara transportasi online, yakni penetapan kuota, tarif, dan kewajiban mendaftarkan kendaraan atas nama badan hukum. Tiga poin ini juga yang menjadi rekomendasi KPPU kepada Kemenhub.
(Baca: KPPU Usulkan Tiga Poin Revisi Aturan Taksi Online)
Pudji juga memastikan tetap akan menetapkan tarif batas atas dan batas bawah bagi taksi online tersebut. Namun, besaran kuotanya akan ditetapkan dilakukan oleh pemda masing-masing dengan melakukan diskusi bersama penyelenggara taksi online dan juga yakni konvensional, beserta pihak terkait lainnya.
Setelah tercapai kesepakatan, masing-masing pemerintah daerah, melalui dinas perhubungannya akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, yakni Kemenhub. “Nanti dari mereka masing-masing berapa yang paling besar dan berapa yang paling kecil. Nanti kami lihat,” ujar Pudji.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan aturan ini untuk memastikan adanya persaingan bisnis yang sehat atau level playing field antara taksi online dan konvensional. Penetapan tarif bawah ini, kata dia, bukan untuk menciderai tarif-tarif murah yang ditetapkan taksi online. Tetapi, untuk menciptakan persamaan karena taksi-taksi konvensional pun juga telah menghidupi banyak keluarga di Indonesia.
“Alangkah indahnya dengan regulasi ini membuat taksi online bisa bekerja sama dengan yang sudah ada. Tidak ada niatan untuk mengalahkan satu dengan lainnya,” ujar Budi. (Baca: Grab, Gojek, Uber Kompak Tolak Batasan Tarif Taksi Online)
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menilai peraturan bisa menyelesaikan segala persoalan yang kerap terjadi antara taksi online dengan konvensional. Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu menekankan agar terus memegang prinsip berkeadilan dalam mengeluarkan suatu kebijakan.
Semua permasalahan harus diselesaikan dengan kearifan tanpa mengedepankan kepentingan sendiri atau satu kelompok tertentu. Makanya, peraturan ini pun diterbitkan. "Kami selalu cari ekuilibrium agar semua pas dan sederhana. Kami mencari yang terbaik," kata Luhut.