Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) tengah melakukan riset untuk mengkalkulasi pertumbuhan ekonomi digital. Salah satu komponen yang bakal diukur adalah transaksi online pada platform media sosial.
Ketua Umum idEA Aulia Marinto menyatakan sebagian besar transaksi yang terjadi pada media sosial masih dilakukan secara konvensional. "Media sosial hanya mengiklankan, transaksinya masih transfer perbankan atau tunai dengan Cash on Delivery (CoD)," kata Aulia di Jakarta, Kamis (11/8) malam.
(Baca: India dan Tiongkok Bisa Jadi Contoh Penerapan Pajak E-Commerce)
Menurutnya, perputaran ekonomi yang terjadi dari penjualan produk melalui platform media sosial sangat besar. Namun, sulit menghitung berapa besar transaksinya. Sementara penjualan produk melalui e-commerce lain seperti market place bisa diukur lebih mudah. Karena data transaksi sudah dimiliki perusahaan digital yang terdaftar.
Aulia yang juga menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Blanja.com memberi contoh perusahaannya bisa memberikan data kepada pemerintah berapa banyak transaksi yang terjadi di situs blanja.com. "Harapannya, platform media sosial bisa bekerja sama memberikan informasi karena mereka beroperasi di wilayah Indonesia," ujar Aulia.
Ia pun menyebutkan pemerintah bakal merilis Riset Ekonomi Digital Nasional pada tahun depan. Tujuannya untuk merangkum semua komponen yang dibutuhkan untuk mengetahui dampak dan analisis tentang ekonomi digital. Aulia juga mengaku riset ini diusulkan oleh idEA. Kepala BPS Suhariyanto pun menyambut baik usulan ini dan tengah melakukan survei saat ini.
(Baca: Apindo Dorong Lebih Banyak Peretail Lokal Go Digital)
Transaksi di platform media sosial adalah salah satu komponen yang dihitung pada tahap pertama. Rilisan berikutnya bakal diperdalam rincian penghitungan. "Supaya kita bisa melihat berapa porsi ekonomi digital untuk Produk Domestik Bruto (PDB) nasional," jelas Aulia.
Berdasarkan data Alibaba Group, porsi penjualan e-commerce pada terhadap pertumbuhan retail Indonesia mencapai 5 persen. Adapun penetrasi internet di Indonesia mencapai 51 persen atau 134 juta orang pada 2017. Perbandingannya hampir sama dengan penetrasi internet yang terjadi di Tiongkok, yaitu 53 persen dengan atau 730 juta orang. Namun, porsi e-commerce dalam industri retail di negara tersebut sudah mencapai 29 persen.
Alibaba memperkirakan potensi e-commerce Indonesia masih bisa tumbuh hingga menjadi US$ 46 miliar pada 2025. Apalagi dengan penetrasi e-commerce di sektor retail yang masih sangat sedikit. Alhasil, data mengenai ekonomi digital bakal sangat membantu pemerintah dan pelaku usaha untuk menentukan kebijakan yang tepat.
(Baca: Dorong Pertumbuhan E-Commerce, TIKI Perluas Layanan Cash on Delivery)