Menteri Koperasi dan UKM atau Menkop UKM Teten Masduki termasuk yang mendorong TikTok memisahkan media sosial dan e-commerce. Dalam proses penerapan regulasi, ia justru diberondong banyak pertanyaan.
“Saya diserang, ‘Pak Menteri tahu tidak arti COD, affiliator, seller dan lain sebagainya’,” kata Teten Masduki tanpa menyebutkan siapa yang bertanya, dalam acara Indonesia Digital MeetUp atau IDM23 di Jakarta, Kamis (5/10).
Pemisahan media sosial dan e-commerce seperti TikTok Shop diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 31 tahun 2023.
Menurut Teten, penerapan aturan itu bertujuan mendorong transformasi digital yang adil. Namun transformasi digital bukan hanya sekadar berjualan online, tetapi juga memodernisasi UMKM.
“Kita mau ke sini (memodernisasi UMKM), tetapi kok diskusinya masih di bottom,” Teten menambahkan.
Ia menyampaikan, Indonesia harus meningkatkan pendapatan masyarakat per kapita menjadi lebih dari US$ 13 ribu jika ingin menjadi negara maju pada 2045. Ini artinya, model produksi dan produk harus lebih kompetitif dan inovatif.
Jika masih berkutat dengan UMKM yang mayoritas atau 97% merupakan sektor mikro dan kecil, tidak akan mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju. Justru Indonesia bisa terjebak dalam negara berpendapatan menengah.
“Tidak mungkin dalam waktu 20 tahun ke depan, empat kali pilpres, bisa punya pendapatan US$ 13 ribu,” ujar Teten.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menginstruksikan supaya segera memodernisasi usaha UMKM. Caranya, dengan membuka peluang bisnis baru lewat hilirisasi.
Ia mencontohkan rumput laut yang bisa dilah menjadi barang setengah jadi. Lalu minyak atsiri yang bisa digunakan sebagai bahan industri fragrance alias parfum.
“Indonesia kaya dengan herbal, tapi ternyata, ekstraknya bisa diproduksi dengan teknologi rendah dan sederhana. Kita bisa menjadi supply chain untuk industri kosmetik, farmasi, food dan lain sebagainya,” kata Teten.
"Peluang bisnis baru ini harus diciptakan. Bukan lagi melahirkan tukang bakso, tukang keripik, tukang dodol, tukang anyaman lagi. Tetapi harus menciptakan yang lain, karena kita butuh menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih berkualitas," Teten menambahkan.
Ia menegaskan, pelaku usaha baru yang dimaksud bukan berarti menjadi kompetitor dari UMKM yang sudah ada.
“Kami ingin melahirkan pelaku usaha baru dari kalangan anak muda yang aware teknologi dan model bisnis inovatif, yang relevan dan tidak menjadi pesaing UMKM yang sudah ada,” ujarnya.