TikTok tengah mengajak diskusi pemerintah terkait perizinan e-commerce. Instagram dan Facebook lebih dulu mengurus izin ini. Bagaimana tanggapan Lazada terkait persaingan yang berpotensi semakin ketat?
VP Category Management Lazada Indonesia Canggih Satriatama menyadari bahwa persaingan e-commerce akan semakin ketat, jika para media sosial membuat platform tersendiri.
Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang terbit 27 September memang melarang layanan media sosial dan e-commerce di satu platform. Oleh karena itu, TikTok akhirnya menutup TikTok Shop pada 4 Oktober.
“Tetapi, apapun yang terjadi, saya rasa yang akan diuntungkan yakni penjual dan pembeli,” kata Canggih dalam acara Media Briefing - Lazada Seller Conference 2023 di Jakarta, Jumat (27/10).
“Mari ciptakan ekonomi kreatif dan digital yang sehat supaya tetap berkompetisi,” Canggih menambahkan.
Sebelumnya Kementerian Perdagangan atau Kemendag menyampaikan, media sosial seperti Facebook dan Instagram tengah mengurus perizinan social commerce. "Izin ini akan memungkinkan vendor mengiklankan barang dan melakukan survei pasar, tetapi tidak ada transaksi dalam aplikasi," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim dikutip dari Reuters, Kamis (26/10).
Sumber Reuters menyebutkan YouTube berencana mengajukan izin e-commerce di Indonesia. Namun Isy mengatakan YouTube dan TikTok belum mendekati pemerintah untuk mengajukan izin.
Katadata.co.id sempat bertanya kepada Regional Director YouTube Asia-Pacific Ajay Vidyasagar mengenai potensi YouTube mengajukan izin e-commerce juga di Indonesia. Ia menyampaikan perusahaan tidak memiliki rencana demikian.
Sementara itu, CEO TikTok mengajukan surat permohonan bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. “CEO TikTok mengirimkan surat ke Presiden Jokowi ingin bertemu. Dilimpahkan ke saya,” kata Teten dalam acara Pitching Day Startup di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (25/10).
Persaingan E-commerce Semakin Ketat
Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda menyampaikan, persaingan di industri e-commerce akan semakin ketat jika media sosial ramai-ramai mengurus perizinan social commerce.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa media sosial merupakan saluran favorit kedua bagi pelaku usaha untuk berjualan online. Posisi pertama yakni aplikasi percakapan seperti WhatsApp.
"Artinya, potensi penjualan di media sosial jauh lebih tinggi dibandingkan dengan e-commerce," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Selasa (17/10).
Alasan pelaku usaha berjualan di media sosial adalah sebagai berikut:
- Tidak dikenakan biaya administrasi
- Tidak dipungut pajak
- Perputaran informasinya sangat cepat
E-commerce unggul sebagai aplikasi yang menawarkan layanan pencarian barang, transaksi hingga pembayaran alias one-stop services apps. Selain itu, menawarkan keamanan transaksi.
Jika media sosial seperti Facebook dan Instagram ramai-ramai mengurus perizinan sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 31 tahun 2023, persaingan bisa semakin ketat. “Jika ada keluhan pengguna Facebook marketplace maka bisa diadukan ke kantor perwakilan di Indonesia," kata Nailul.