Peta Persaingan E-commerce Setelah Bukalapak Tutup Lapak Barang

Bukalapak, Lazada, TikTok, Tokopedia, Shopee, blibli
Katadata/Desy Setyowati
Bukalapak, Lazada, TikTok, Tokopedia, Shopee
Penulis: Kamila Meilina
20/2/2025, 06.00 WIB

Bukalapak resmi menghentikan layanan e-commerce untuk produk fisik alias barang pada 9 Februari. Bagaimana peta persaingan antara Shopee, TikTok Shop Tokopedia, Lazada, dan Blibli?

Ekonom Center of Economic and Law Studies atau CELIOS Nailul Huda membagi platform e-commerce dalam tiga lapisan, yakni:

  • Platform yang mendominasi pasar: Shopee dan TikTok Shop Tokopedia.

Merger Tokopedia dan TikTok Shop memperketat persaingan. Keduanya berfokus pada inovasi seperti live shopping dan menggunakan strategi ‘bakar uang’.

  • Middle platform: Sebelum merger dengan Tokopedia, TikTok Shop berada di level ini bersama Lazada, Blibli, dan Bukalapak. Setelah Bukalapak tutup, hanya Lazada dan Blibli yang tersisa di lapisan ini.
  • Platform kecil dan lokal: melayani segmen pasar tertentu.

Dengan pengelompokan tersebut, menurut dia ada potensi merger atau akuisisi di sektor e-commerce.

"Saya melihat ada peluang e-commerce layer pertama mengakuisisi platform di layer kedua dan ketiga. E-commerce di satu layer tidak akan merger," kata Nailul di Jakarta Selatan, Selasa (19/2).

Ia mencontohkan Shopee yang mungkin mempertimbangkan untuk mengakuisisi Sociolla karena ekosistem offline yang kuat. Bisa juga Shopee berkonsolidasi dengan penyedia layanan streaming, seperti yang terjadi pada kemitraan TikTok dan Tokopedia.

Namun merger antara-e-commerce besar masih terkendala strategis bisnis dan regulasi persaingan usaha. Sementara itu, akuisisi masih menjadi tren sebagai langkah efisiensi dan penguatan ekosistem bisnis.

Contoh lainnya yakni Blibli yang aktif mengakuisisi platform digital karena didukung oleh induk usahanya Djarum.

Sementara itu, perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura Momentum Works merilis laporan bertajuk ‘Ecommerce in Southeast Asia 2024’ pada Juli tahun lalu, yang membuat proyeksi nilai transaksi bruto alias gross merchandise value (GMV) e-commerce di Asia Tenggara pada 2024. Rinciannya sebagai berikut:

  1. Shopee: US$ 55,1 miliar atau Rp 897 triliun
  2. Lazada: US$ 18,8 miliar atau Rp 308,7 triliun
  3. TikTok Shop: US$ 16,3 miliar atau Rp 266,5 triliun
  4. Tokopedia: US$ 16,3 miliar atau Rp 266,5 triliun
  5. Bukalapak: US$ 5,7 miliar atau Rp 92,8 triliun
  6. Blibli: US$ 1,9 miliar atau Rp 31 triliun
  7. Amazon: US$ 400 juta atau Rp 6,5 triliun
  8. Tiki: US$ 200 juta atau Rp 3,3 triliun
  9. Temu: US$ 100 juta atau Rp 1,6 triliun

Shopee memimpin di semua pasar di Asia Tenggara dari segi transaksi. Rinciannya sebagai berikut:

  • Thailand US$ 19,3 miliar:
  1. Shopee: 49%
  2. Lazada: 30%
  3. TikTok Shop: 21%
  • Vietnam US$ 13,8 miliar:
  1. Shopee: 61%
  2. TikTok Shop: 24%
  3. Lazada: 14%
  4. Tiki: 1%
  • Filipina US$ 13,7 miliar:
  1. Shopee: 54%
  2. Lazada: 30%
  3. TikTok Shop: 16%
  • Malaysia US$ 9,6 miliar:
  1. Shopee: 63%
  2. Lazada: 19%
  3. TikTok Shop: 19%
  • Singapura US$ 4,4 miliar:
  1. Shopee: 52%
  2. Lazada: 34%
  3. Amazon: 9%
  4. TikTok Shop: 5%
  • Indonesia US$ 53,8 miliar
  1. Shopee: 40%
  2. Tokopedia: 30%
  3. Bukalapak: 11%
  4. TikTok Shop: 9%
  5. Lazada: 7%
  6. Blibli: 4%

Dari data di atas terlihat bahwa nilai transaksi Shopee dan TikTok Shop Tokopedia di Indonesia diperkirakan beda tipis. Hal ini memperketat persaingan di antara kedua platform e-commerce ini.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Kamila Meilina