Peminjam Punya Banyak Akun, Fintech Sulit Kaji Risiko Kredit

Katadata
Ilustrasi platform pemeringkat kredit
20/2/2020, 19.29 WIB

Padahal, credit scoring juga bisa digunakan untuk pengembangan atau memperbaiki produk perusahaan maupun pengalaman pengguna (user experience/UX). “Pemerintah dan pelaku fintech juga perlu mengedukasi masyarakat tentang apa itu layananya dan sebagainya," ujar Alie.

Sebenarnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menyiapkan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) pada awal 2020. Untuk bisa memanfaatkan platform anti-peminjam nakal ini, perusahaan harus memenuhi dua syarat.

Pertama, perusahaan fintech lending wajib menyampaikan data-data secara akurat, benar, lengkap, dan tepat waktu penyampaiannya. Informasi tersebut disimpan dalam satu file.

(Baca: Meski Ada Pusat Data Peminjam, OJK Tak Ingin Kredit Macet Fintech 0%)

Data-data itu terkait peminjam (borrower), pemberi pinjaman (lender) hingga kredit macet (non performing loan/NPL). File itu wajib dimasukan ke Pusdafil setiap hari, pukul 00.01 sampai 03.00.

Kedua, perusahaan menyiapkan mekanisme keamanan atas akses ke pusdafil, termasuk skema penyelidikan. Dengan begitu, perusahaan bisa mengetahui alur dan pihak-pihak yang mengakses data tersebut.

Sistem keamanan dan kerahasiaan data itu penting, sebab platform milik perusahaan terhubung dengan pusdafil lewat aplikasi pemrogaman antarmuka atau application programming interface (API).

"Bakal mengakses basis data kami untuk apa? Apakah untuk pengembangan credit decisioning (pengambilan keputusan kredit) atau lainnya?” kata Ketua Bidang Technical Support AFPI Ronald T Andi Kasim di Jakarta, beberapa waktu lalu (5/2).

(Baca: Asosiasi Sepakat Bunga Fintech Pinjaman Produktif Maksimal 30 %)

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur