McKinsey menilai bank di Indonesia akan lebih untung jika berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan financial technology (fintech) ketimbang berkompetisi. Sebab, iklim bisnis keuangan di Indonesia berbeda dengan negara lain yang infrastruktur dan ekonominya sudah lebih maju.
Perwakilan McKinsey & Company Indonesia Guillaume de Gantes mengatakan, masyarakat Indonesia masih banyak menggunakan layanan keuangan bank dan bertransaksi tunai. Meski begitu, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, baru sekitar 40% penduduk Indonesia yang memiliki akun bank.
Alhasil, masih banyak penduduk Indonesia yang belum terjangkau oleh perbankan. "Bank dan fintech bisa berkolaborasi untuk menggaet segmen yang berbeda," kata Guillaume di kantornya, Jakarta, Senin (11/2).
Bank bisa mendapat data yang spesifik terkait pasar yang ingin ditarget, jika berkolaborasi dengan fintech. Sebab, fintech menggunakan teknologi yang bisa menghimpun dan mengalisa data terkait perilaku konsumen. "Fintech juga punya kemampuan memvalidasi data untuk membuat skor pinjaman (credit skoring)," ujarnya.
(Baca: Kalah dari Vietnam, Penetrasi Fintech Indonesia Diproyeksi Baru 15%)
Dengan kemampuan itu, fintech khususnya di bidang pinjam-meminjam (lending) bisa memberi pinjaman kepada penduduk yang belum memiliki akun bank (unbanked) di daerah yang sulit terjangkau. Sementara risiko pinjamannya bisa dikaji menggunakan teknologi fintech.
Hal ini berbeda dengan negara lain seperti Tiongkok, yang masyarakatnya sangat masif beralih ke digital. Alhasil, bank pun ramai-rami beralih ke digital. Dengan begitu, layanan fintech sangat digandrungi di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Perwakilan McKinsey & Company Indonesia yang lain, Bruce Delteil menambahkan bahwa kunci agar bank dan fintech bisa berkolaborasi adalah saling melengkapi. Keduanya bisa berdiskusi terkait segmen yang ingin dicapai, tetapi tidak bisa dijangkau satu sama lain. "Mereka bisa mengakuisisi, berbagi model bisnis, dan loose partnership," kata dia.
Sementara, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menyampaikan, analisis output-input menunjukan pendapatan perbankan meningkat 0,8% setiap tahunnya bila berkolaborasi dengan fintech lending. "Itu kalau diuangkan senilai Rp 1,5 triliun," kata dia.
(Baca: Bunga Pinjaman Fintech Berpeluang Turun Tahun Ini)
Ia menyampaikan, perhitungan dampak tersebut berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keuntungan itu diperoleh karena fintech mengurangi biaya penilaian kredit di bank menggunakan teknologi seperti mesin pembelajar (machine learning). Biaya untuk merekrut pegawai juga berkurang. "Masih kecil memang, tapi starting point yang bagus menggambarkan (fintech) bukan substitusi," ujarnya.
Sementara Ketua Harian Asosiasi Financial Technology (Aftech) Kuseryansyah memperkirakan, fintech akan lebih banyak berkolaborasi dengan industri lain seperti bank dan e-commerce tahun ini. “Pertumbuhan kolaborasi bisa naik dua hingga tiga kali lipat dibanding 2018," ujar dia.