Langkah Startup Asuransi Meraup Untung saat Pandemi Corona

123RF.com/rawpixel
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
21/10/2020, 16.00 WIB

Di tengah peningkatan permintaan tersebut, kedua startup itu pun memperoleh pendanaan meski ada pandemi. Qoala mengumumkan perolehan pendanaan seri A US$ 13,5 juta atau sekitar Rp 209 miliar pada April lalu. Investasi ini dipimpin oleh Centauri Fund, perusahaan joint venture dari Kookmin Bank asal Korea Selatan dan Telkom Indonesia.

Sedangkan PasarPolis mengumumkan penutupan pendanaan seri B. Investasi ini didapat dari LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dan Xiaomi.

Dalam laporan Bain and Company bertajuk ‘Making the Most of Asia Pacifics Insurance Boom’, pendanaan mengalir kedua jenis startup untuk bidang asuransi, yakni agregator maupun insurtech. Ini terlihat pada bagan berikut:

Insurtech (Bain and company)

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, bisnis insurtech memang prospektif. “Yang distribusi sudah cukup banyak. Sekarang mulai banyak yang menangani produk dan proses,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Rabu (21/10).

Ia menyampaikan, startup asuransi dapat berinovasi pada sejumlah aspek seperti produk, proses, dan distribusinya.

McKinsey dalam laporannya bertajuk ‘The future of life Insurance’ pun memperkirakan, perusahaan asuransi unggul jika menguasai tiga bidang dalam satu dekade ke depan. Ketiganya yakni personalisasi pengalaman konsumen, produk yang fleksibel, dan meningkatkan kemampuan karyawan.

Di Asia dan Eropa misalnya, perusahaan asuransi jiwa telah menawarkan dukungan administratif untuk kunjungan medis, manajemen kesehatan, dan telemedicine. “Kedepannya, perusahaan-perusahaan ini dapat bermitra dengan perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing) dan hotel untuk menyediakan transportasi ke dokter atau akomodasi untuk keluarga saat dibutuhkan,” demikian dikutip dari laporan tersebut.

Inovasi tersebut dinilai menjadi peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan transaksi di tengah pagebluk Covid-19. OJK mencatat, premi industri asuransi turun 6,45% yoy menjadi Rp 176,32 triliun per Agustus.

Rinciannya, premi asuransi jiwa turun dari Rp 120,8 menjadi Rp 109,6 triliun pada Agustus tahun ini. Sedangkan asuransi umum melorot dari Rp 51,7 triliun menjadi Rp 49,3 triliun.

Meski begitu, premi asuransi kesehatan naik 13,2% yoy per Agustus. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menilai, peningkatan ini karena masyarakat mulai khawatir terhadap risiko kematian akibat Covid-19.

Hal itu bisa menjadi pertimbangan perusahaan dalam menyasar konsumen. Apalagi, tingkat kesenjangan antara perlindungan kematian dan tabungan pensiun di Indonesia mencapai US$ 1 triliun, berdasarkan data Bain and company.

 

Selain kesehatan, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai bahwa startup asuransi dapat memberikan perlindungan kepada para penjual di e-commerce. Apalagi pemerintah mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk merambah layanan digital.

“Jangan sampai UMKM go-digital hanya berjualan di e-commerce. Seharusnya mampu membawa seluruh aspek ke pembiayaan polis asuransi dan lainnya,” kata Nailul dalam acara dialog bertajuk ‘Industri Teknologi untuk Meningkatkan Inklusi Keuangan di Tengah Pandemi’, kemarin (20/10).

Per Juli lalu, pemerintah mencatat ada sekitar 9,4 juta dari 60 juta lebih UMKM di Indonesia yang merambah layanan digital. Sedangkan jumlah pelaku usaha secara keseluruhan dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Secara keseluruhan, potensi pasar asuransi di Indonesia masih besar, mengingat penetrasinya baru 2,92% per Agustus. Berdasarkan catatan OJK, penetrasi asuransi jiwa 1,1%, umum 0,44%, sosial 1,31%, dan wajib 0,07%.

Sedangkan penetrasi ponsel pintar (smartphone) di Indonesia diprediksi 70,1% dari total penduduk Indonesia tahun ini, menurut data Statista. Ini menjadi peluang bagi insurtech.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan