4 Alasan Konglomerat Rambah Bank Digital Versi Bos BCA dan BEI

Humas Bank Jago
Seorang nasabah membuka aplikasi layanan perbankan digital yang dimiliki PT Bank Jago Tbk (ARTO), Rabu (14/4).
3/9/2021, 17.50 WIB

Beberapa konglomerat di Indonesia seperti Salim Group, Elang Mahkota Teknologi (Emtek) hingga Lippo Group merambah bank digital lewat startup atau anak usaha. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dan Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Sjahrir menilai ada empat alasan.

Keempat alasan yang dimaksud yakni:

1. Ceruk pasar berbeda dengan bank biasa

Jahja mengklaim, layanan BCA sebenarnya sudah didominasi digital saat ini. Sebanyak 60% volume transaksi harian nasabah menggunakan mobile banking dan 26% internet banking. Sisanya, lewat ATM dan bank cabang.

Meski begitu, perusahaan tetap mengembangkan bank digital lewat berbagai cara. Salah satunya, mengakuisisi Bank Royal Indonesia pada April 2019 dan mengubah namanya menjadi Bank Digital BCA.

BCA menyuntik modal Rp 988 miliar untuk bank digital itu. "Kenapa kami tetap membuat bank digital, karena ada satu ceruk pasar (niche market) yang unik dan kalau hanya lewat BCA, tidak masuk," kata Jahja dalam webinar Hari Pelanggan Nasional, Jumat (3/9).

Pada awalnya, menurutnya bank digital akan berfokus pada layanan sistem pembayaran. "Bukan melayani segmen pasar menengah dan korporasi," ujarnya. 

Ia juga mengatakan, tidak semua korporasi yang masuk bank digital akan berhasil menyasar niche market tersebut. "Hanya beberapa saja," katanya.

2. Ada 74% Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum mendapatkan akses keuangan perbankan

Pandu mengatakan, UMKM terkendala masalah agunan atau koleteral yang ketat saat ingin mengajukan pinjaman ke bank. Bank digital dinilai bisa mengatasi masalah ini.

Ia menyampaikan, bank digital dapat memanfaatkan kemampuan teknologi seperti penilaian kredit (credit scoring) untuk menilai kemampuan ekonomi nasabah. "Jadi perusahaan-perusahaan akan menggunakan teknologi, seperti credit scoring untuk memperluas market," ujarnya.

3. Ada 77% penduduk Indonesia yang masuk kategori unbanked dan underbanked

Unbanked yakni tidak memperoleh akses keuangan. Sedangkan underbanked, belum terlayani sepenuhnya.

                                 

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pengembangan bank digital lewat peraturan

OJK baru-baru ini mengeluarkan regulasi terkait bank digital. Aturan itu yakni POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum dan POJK Nomor 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

"POJK ini secara garis besar membuat banyaknya keinginan perusahaan support digital banking hadir," ujar Pandu.

OJK mempertegas pengertian bank digital yaitu bank yang saat ini melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), ataupun melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus bank digital menyeluruh atau full digital banking.

Jahja dan Pandu menilai keempat alasan itulah yang mendorong konglomerat Tanah Air masuk bisnis bank digital, baik lewat startup maupun anak usaha. Salim Group merambah sektor ini lewat Youtap Indonesia.

Startup digitalisasi UMKM itu menggaet Bank Mandiri untuk menyediakan layanan finansial dan bank digital. Keduanya menghadirkan pembayaran non-tunai lewat aplikasi digital banking Livin’ by Mandiri di seluruh gerai McDonald’s.

Kemudian Emtek merambah bank digital melalui Grab. Decacorn asal Singapura ini dikabarkan bersiap masuk ke bisnis digital di Tanah Air lewat Bank Capital. 

Grab juga memperoleh lisensi bank digital penuh atau digital full bank (DFB) dari otoritas moneter Singapura alias Monetary Authority of Singapore (MAS) pada akhir tahun lalu.

Lisensi itu didapat oleh konsorsium Grab dan Singapore Telecommunications Limited. Layanan ini memperkuat lini bisnis keuangan, Grab Financial Group (GFG).

Salim Group juga menjadi bagian dari ekosistem Grab dan Emtek. Emtek ingin meningkatkan daya saing dalam mengembangkan usaha yang berfokus pada industri berbasis teknologi, lewat penguatan kerja sama ini.

Ekosistem Grab dengan dukungan Emtek dan Salim (Grab, Katadata/Desy Setyowati)

Sedangkan Lippo Group masuk ke sektor bank digital lewat OVO. Konglomerat ini merupakan salah satu pemilik saham di fintech bernuansa ungu itu.

OVO dikabarkan mengkaji investasi atau akuisisi bank digital. Selain itu, fintech ini masuk ekosistem Grab.

Grup Djarum masuk ke sektor ini melalui BCA. Djarum juga masuk dalam penawaran investasi swasta pada ekuitas publik atau private investment in public equity (PIPE) IPO Grab dan Altimeter Growth. Konglomerat lain yang ikut yakni Sinar Mas dan Emtek. 

Sedangkan Djarum juga berinvestasi di Gojek. Ekosistemnya semakin kuat setelah Gojek bergabung dengan Tokopedia dan membentuk entitas baru bernama GoTo.

Gojek juga masuk ke bisnis bank digital lewat Bank Jago.

Ekosistem Gojek dan Tokopedia (Gojek, Tokopedia, Katadata/Desy Setyowati)

CT Corp juga masuk ke bank digital lewat anak usaha Mega Corpora. Perusahaan mengakusisi Bank Harda yang akan bertransformasi menjadi bank digital. 

Ada juga Astra International yang membuka peluang untuk kembali masuk ke bisnis perbankan di tengah transformasi ke arah bank digital. Pernyataan ini disampaikan setelah perusahaan menjual seluruh saham Bank Permata miliknya pada tahun lalu.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan