Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang lembaga keuangan, seperti perbankan hingga perusahaan pembiayaan memfasilitasi transaksi kripto. Padahal jual beli aset digital ini melonjak di Indonesia.
"OJK dengan tegas melarang lembaga jasa keuangan menggunakan, memasarkan maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam siaran pers, hari ini (25/1).
Alasannya, aset kripto merupakan jenis komoditi yang mempunyai tingkat fluktuasi tinggi. Nilainya dapat naik dan turun tanpa terduga. Alhasil, masyarakat harus paham risikonya sebelum bertransaksi.
OJK juga mengimbau masyarakat waspada terhadap dugaan penipuan skema ponzi investasi kripto.
Meski begitu, bukan OJK yang melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap aset kripto. Ini merupakan wewenang Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Tahun lalu, Bappebti menerbitkan peraturan baru terkait penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto yakni Peraturan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti M Syist mengatakan, regulasi baru itu memperbaharui tiga aturan sebelumnya yang terbit pada 2019. Melalui kebijakan ini, lembaga menambah sejumlah kewajiban bagi pedagang aset kripto.
"Pedangan wajib melaporkan transaksi yang dirasa mencurigakan," kata Syst dalam konferensi pers virtual, tahun lalu (24/11/2021). Transaksi mencurigakan yang dimaksud yakni apabila aset kripto dijadikan sarana pencucian uang dan pendanaan teroris.
Kemudian, Bappebti menambah ketentuan terkait Know Your Customer (KYC) oleh pedagang. "Tidak hanya fasilitasi transaksi, tapi harus tahu kemana arah transaksinya agar bisa ditelusuri," ujarnya.
Bappebti menetapkan 229 jenis aset kripto yang bisa ditransaksikan di 13 pedagang aset kripto terdaftar. Ini termasuk bitcoin dan ethereum yang mempunyai kapitalisasi pasar terbesar di dunia.
Di Tanah Air, jumlah pelanggan aset kripto melonjak dari empat juga pada 2020 menjadi 7,5 juta orang. Nilai transaksinya juga meningkat dari Rp 65 triliun menjadi Rp 478,5 triliun per Juli 2021.
Beberapa jenis aset kripto yang diminati di Indonesia antara lain bitcoin, ethereum, dan cardano. Kendati demikian, transaksi kripto di Nusantara masih tergolong kecil, yakni hanya 1% dari volume global.