Tokopedia meluncurkan Modul Literasi Keuangan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia. Ini merupakan salah satu cara agar pengguna dan penjual terhindar dari tawaran investasi bodong.
Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Tokopedia Astri Wahyuni mengatakan literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini masih rendah. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2019 menunjukkan, indeks literasi keuangan hanya 38,03%.
Hal itu berbanding terbalik dengan inklusi keuangan yang tinggi. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inklusi keuangan Indonesia mencapai 76,19% pada 2021.
Kondisi itu membuat masyarakat, khususnya pengguna dan penjual di Tokopedia berisiko diiming-imingi investasi bodong. "Apalagi ketika masuk ekosistem digital tapi tidak melek keuangan, itu rawan terkena modus investasi ilegal," ujarnya.
Kerugian akibat investasi bodong pun cukup besar. Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 117,5 triliun dalam kurun waktu 10 tahun atau sejak 2011.
Selain rawan terkena investasi bodong, literasi keuangan yang rendah membuat pengelolaan keuangan pengguna dan penjual Tokopedia buruk. "Banyak penjual di Tokopedia yang tidak tahu jika dirinya mendapatkan uang atau untung, karena pengelolaan keuangan yang buruk," ujarnya.
Tokopedia pun membuat modul literasi keuangan untuk pengguna dan 12 juta penjual yang tergabung di ekosistem. Modul ini merupakan hasil kerja sama dengan Bank Indonesia dan OJK.
Modul berisi empat materi yakni:
- Perencanaan dan pengelolaan keuangan
- Cara memperoleh dan mengelola modal usaha
- Metode pembayaran dan transaksi online
- Cara memulai investasi yang baik dan menguntungkan
Selain melalui modul, cara Tokopedia agar pengguna dan penjualnya terhindar dari investasi bodong yakni mengandalkan sejumlah fitur. E-commerce ini mempunyai fitur pembayaran dengan 50 metode, fitur pajak online, fitur investasi emas, dan reksa dana.
Deputi Direktur Literasi dan Informasi OJK Yulianta mengatakan, praktik investasi bodong masih marak terjadi. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan literasi keuangan.
Ia mengatakan, ada sejumlah ciri-ciri investasi bodong terutama tawaran yang mengandalkan teknologi atau teknologi finansial (fintech), yakni:
- Tidak terdaftar di OJK
- Bunga pinjaman yang tidak jelas
- Penyebaran data pribadi
- Media yang digunakan yakni dengan mengirimkan tautan atau link situs tidak jelas. Ini karena mereka tidak mendapatkan akses aplikasi resmi seperti Google Play Store dan App Store.
- Alamat perusahaan tidak jelas
- Tata cara penagihan yang tidak sesuai aturan
"Jadi masyarakat perlu hati-hati apabila mendapatkan tawaran investasi," ujarnya.