Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat guru menjadi korban pinjaman online alias pinjol ilegal terbanyak. Sementara itu, paylater menyasar mahasiswa.
Merujuk pada salah satu survei independen, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan korban pinjol ilegal paling banyak yakni guru. Rinciannya yakni:
- Guru
- Pegawai yang di-PHK atau mengalami pemutusan hubungan kerja
- Ibu rumah tangga
“Kasih sekali. Sangat rentan,” kata Friderica dalam webinar bertajuk ‘Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital’, Senin (21/8).
OJK pun berfokus memberikan edukasi literasi yang menyasar beberapa kelompok masyarakat di antaranya:
- Kelompok rentan
- Perempuan
- Generasi muda
- UMKM
- Penduduk di daerah tertinggal, terdepan, terluar atau 3T
OJK pun berdiskusi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi alias Kemendikbud Ristek untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa lewat program Merdeka Belajar.
Paylater Sasar Mahasiswa
Pada kesempatan berbeda, Friderica mengungkapkan bahwa kasus yang menjerat para mahasiswa baru atau maba Universitas Islam Negeri alias UIN Raden Mas Said Surakarta menggunakan paylater, bukan pinjol.
“Kami sedang mendalami lebih lanjut. Tetapi ternyata, bukan pinjol, melainkan paylater,” kata Friderica usai konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/8).
Rincian kasus mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta terjerat paylater berdasarkan pendalaman kasus, sebagai berikut:
- Awalnya kampus bekerja sama dengan pihak bank untuk membukakan rekening bagi 1.200 mahasiswa dari total 4.000 mahasiswa baru
- Namun yang menjadi permasalahan, sebanyak 200 mahasiswa baru terjerat paylater dengan salah satu Pelaku Usaha Jasa Keuangan alias PUJK
- 200 mahasiswa tersebut dibuatkan credit line Rp 100 ribu – Rp 300 ribu. Bahkan ada yang telah menggunakannya untuk pembelian pulsa
- Mahasiswa diminta untuk mengisi data diri. Data terkait pekerjaan diminta diisi dengan nama ‘buruh’, sehingga dinilai oleh PUJK sudah berpenghasilan.
- Pihak kampus menyatakan bahwa kasus tersebut di luar aktivitas resmi yang dibiayai oleh rektorat. Acara yang dimaksud yakni festival budaya, yang membuat mahasiswa harus mencari sponsorship sendiri.
“Ada yang mengatakan, mahasiswa diminta mengisi kolom pekerjaan dengan nama ‘buruh’,” kata Friderica.
“Untuk itu kan ada approval di pusat mereka. Nah yang seperti ini, pertama kami menegur mereka dalam hal proses pemasaran. Apakah ini segmen yang tepat untuk produk tersebut," Friderica menambahkan.
OJK masih mendalami kasus mahasiswa terjerat paylater tersebut. Salah satu yang diperiksa yakni Dewan Eksekutif Mahasiswa alias DEMA UIN Raden Mas Said Surakarta yang sebelumnya mengakui melakukan penggalangan dana dengan kerja sama sponsorship kepada tiga entitas melalui pihak ketiga di antaranya PUJK berizin dan terdaftar di OJK.
Frederica mengimbau masyarakat lebih teliti dan menyesuaikan kebutuhan dalam menggunakan jasa paylater maupun pinjol. Selain itu, selalu memastikan PUJK yang akan dipilih telah terdaftar di OJK, atau legal.
Ia mengingatkan bahwa tunggakan cicilan paylater dapat menghambat pengguna, termasuk mahasiswa, tidak bisa mengajukan Kredit Pemilikan Rumah alias KPR.
“Beberapa bank mengeluh kepada kami, anak muda banyak yang seharusnya mengajukan KPR rumah pertama, tetapi tidak bisa karena ada utang paylater,” kata dia.
“Terkadang Rp 300 ribu, Rp 400 ribu. Alhasil, skor kredit jelek,” Friderica menambahkan.
Sementara layanan paylater tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK OJK, yang sebelumnya bernama BI Checking. Apabila terdapat tunggakan, maka akan mempengaruhi skor kredit individu yang bersangkutan.
Data tersebut digunakan oleh bank untuk meninjau kelayakan calon peminjam. Jika dianggap tidak layak, maka calon peminjam tidak akan mendapatkan kredit.
“Anak muda harus berhati-hati. Masa depan bisa terganggu jika sejak sekarang tidak berhati-hati mengelola uang, dalam berutang,” ujar perempuan yang akrab disapa Kiki tersebut.
“Harus paham produk dan jasa keuangan. Gunakan apa yang sesuai dengan kebutuhan. Jangan besar pasak daripada tiang, jangan terjerat,” Kiki menambahkan.
Berdasarkan data PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore, transaksi paylater naik 61,3% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 26,14 triliun per April. Total akun fasilitas yang dibukukan atau jumlah kontrak paylater 34,6 juta.
Sementara tingkat wanprestasi pembayaran atau keterlambatan membayar lebih dari 90 hari alias TWP90 9,7%. Ini di atas batas yang diatur oleh OJK 5%.