Gagal bayar utang di platform pinjol resmi akan mempersulit pengguna mengajukan Kredit Perumahan Rakyat alias KPR maupun Kredit Kendaraan Bermotor atau KKB. OJK atau Otoritas Jasa Keuangan sudah memberlakukan aturan terkait pusat data fintech lending alias pusdafil 2.0.
Aturan yang dimaksud yakni Surat Edaran OJK atau SEOJK Nomor 1 tahun 2024. Dengan adanya aturan ini, data industri pinjaman online alias pinjol masuk Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK OJK.
SLIK merupakan sistem informasi yang pengelolaannya di bawah tanggung jawab OJK yang bertujuan untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan informasi keuangan. Salah satunya berupa penyediaan informasi debitur atau iDeb.
Sementara itu, Pusdafil adalah sistem yang memuat data peminjam di startup pinjaman online atau pinjol anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI. Informasi di dalamnya termasuk nasabah yang rajin membayar utang tepat waktu, dan yang menunggak.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya alias PVML Agusman menjelaskan, SEOJK 1/2024 mengatur tata cara dan mekanisme penyampaian data transaksi pendanaan dan pelaporan penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi.
“Field data yang diminta telah disesuaikan dengan data yang tersedia di SLIK, sehingga diharapkan menjadi salah satu langkah awal untuk mempersiapkan Penyelenggara LPBBTI untuk menjadi pelapor SLIK,” kata Agusman dalam keterangan kepada media, Senin malam (8/7).
Pengajuan KPR bisa ditolak jika riwayat kredit di SLIK diberi label merah atau tidak baik. SLIK menjadi salah satu tolok ukur bagi perbankan untuk melihat karakteristik nasabah yang akan mengajukan kredit rumah.
Ketentuan teknis mengenai pemutihan data pada SLIK mengikuti ketentuan SLIK yang berlaku, yaitu dalam hal debitur telah melunasi seluruh utangnya, maka data debitur dalam SLIK dapat dikinikan.
Sebelumnya, Agusman menyampaikan pengembangan Pusdafil 2.0 diharapkan bisa mendukung penguatan implementasi ketentuan maksimum dua atau tiga platform dan repayment capacity 30%.
Aturan terkait jumlah platform pinjaman dan kemampuan membayar kembali itu diatur dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang penyelenggaraan layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi atau LPBBTI.
Selain membatasi jumlah platform yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan pinjaman, pusdafil akan menghitung kemampuan membayar kembali (repayment capacity) calon peminjam.
Tahun lalu, Agusman menyampaikan bahwa penyelenggara pinjol wajib menganalisis permohonan utang guna mengukur kemampuan peminjam untuk membayar kembali dari peminjam. Salah satu caranya yakni memverifikasi keaslian dokumen yang disampaikan oleh calon peminjam sesuai prosedur operasional standar.
Penyedia pinjaman juga perlu mengklarifikasi dan konfirmasi peminjam baik melalui tatap muka secara langsung maupun elektronik. Selain itu, melakukan pengolahan data dari pihak lain yang relevan dengan kebutuhan penilaian, jika diperlukan.
Penilaian terhadap kemampuan membayar kembali calon peminjam dilakukan dengan menelaah perbandingan jumlah pembayaran pokok dan bunga. OJK membatasi perbandingannya 50% pada 2024, 40% pada 2025, dan 30% pada 2026.
Analisis itu bertujuan mencegah praktik pemberian dana secara berlebihan kepada peminjam. Aturan ini diharapkan bisa menyaring calon peminjam yang tidak memiliki kemampuan membayar.