Rekor Buruk IPO Uber, Harga Saham Turun 7,6% saat Debut di Bursa

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Pingit Aria
11/5/2019, 19.52 WIB

Harga saham Uber anjlok 7,6% pada hari pertama perdagangannya di bursa saham New York atau New York Stock Exchange (NYSE). Berdasarkan catatan Bloomberg, ini merupakan salah satu rekor terburuk pencatatan saham perusahaan teknologi dalam 10 tahun terakhir.

Saham Uber mulai diperdagangkan pada harga US$ 42 per saham, di bawah harga penawaran umumnya yang dipatok di US$ 45 per saham pada Kamis (9/5) malam. Pada penutupan perdagangan Jumat (10/5) atau Sabtu dini hari waktu Indonesia, saham perusahaan penyedia taksi online itu sebesar US$ 42 per saham, dengan kapitalisasi pasar US$ 69,7 miliar.

Harga penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) Uber berada di bawah kisaran harga yang ditawarkan, yakni US$ 44-50 per saham. Dengan demikian, valuasinya meleset jauh dari target US$ 120 miliar yang dinyatakan dalam rencana IPO.

Pencatatan saham Uber juga disebut pada saat kondisi pasar yang kurang menguntungkan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun lebih dari 300 poin karena sentimen perang dagang Amerika Serikat (AS) - Tiongkok.

(Baca juga: Mantan CEO Uber Investasi Rp 106 M di Perusahaan Logistik RI)

CFO Uber Nelson Chai mengatakan ini adalah hari yang berat. "Saya tidak berpikir bahwa kami cukup pintar untuk mencoba menilai pasar, tetapi hasilnya kurang optimal. Kami akan mengamati pergerakan dari waktu ke waktu," kata Chai dikutip dari CNBC, Jumat (10/5).

Kondisi tersebut diakui oleh CEO Uber Dara Khosrowshahi membuat pihaknya menjadi lebih konservatif. Menurutnya, 2019 akan menjadi puncak kerugian bagi perusahaan. Khosrowshahi membandingkan Uber dengan Amazon yang sama-sama masih merugi saat IPO.

“Jika Anda melihat pada tingkat pertumbuhan, pengguna kami bertambah 33% dari tahun ke tahun, transaksi tumbuh 36%. Angka itu cukup luar biasa dengan basis US$ 50 miliar, dan kami berharap dapat terus berjalan," ujarnya.

(Baca juga: Saingi Uber, Sony Rilis Layanan Aplikasi Online Pesan Taksi di Jepang)

Selain Uber, perusahaan penyelenggara taksi online di Amerika Serikat, Lyft juga telah melantai di bursa pada Maret 2019 lalu. Kedua perusahaan ini disorot investor karena sama-sama merugi, namun model bisnisnya masih dianggap menarik.

Adapun saham Lyft merosot lebih dari 7% saat Uber pertama kali ditransaksikan. Bahkan harga saham Lyft sudah jatuh lebih dari 20% dari harga IPO-nya.