OJK: Penerapan Mata Uang Digital Masih Perlu Kajian

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
23/7/2018, 17.07 WIB

Perkembangan teknologi finansial dan e-commerce membuat masyarakat membutuhkan alat pembayaran yang lebih cepat, aman dan efisien. Hanya, penggunaanuang elektronik dan cryptocurrency dinilai masih memiliki berbagai keterbatasan.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan bahwa beberapa negara mulai mencoba menerapkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital currency/CBDC) dan crypto fiat currency yang menggunakan blockchain.

Hanya, di Indonesia hal ini masih harus dikaji. “Untuk Indonesia yang berpenduduk besar yang tersebar di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya fintech dan digital payments yang andal harus terus kami dukung," ujar Wimboh Santoso dalam siaran pers, Ahad (22/7).

Menurut Wimbo, penerapan CBDC harus tetap mempertahankan peran Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.

(Baca juga: Fasilitasi Pendanaan UKM Lewat Bursa, OJK Atur Equity Crowdfunding)

Di satu sisi, ia menyadari bahwa penerapan CBDC akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Hanya, dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel, serta mekanisme konversi yang jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati