Perkembangan teknologi finansial dan e-commerce membuat masyarakat membutuhkan alat pembayaran yang lebih cepat, aman dan efisien. Hanya, penggunaanuang elektronik dan cryptocurrency dinilai masih memiliki berbagai keterbatasan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan bahwa beberapa negara mulai mencoba menerapkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital currency/CBDC) dan crypto fiat currency yang menggunakan blockchain.
Hanya, di Indonesia hal ini masih harus dikaji. “Untuk Indonesia yang berpenduduk besar yang tersebar di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya fintech dan digital payments yang andal harus terus kami dukung," ujar Wimboh Santoso dalam siaran pers, Ahad (22/7).
Menurut Wimbo, penerapan CBDC harus tetap mempertahankan peran Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.
(Baca juga: Fasilitasi Pendanaan UKM Lewat Bursa, OJK Atur Equity Crowdfunding)
Di satu sisi, ia menyadari bahwa penerapan CBDC akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Hanya, dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel, serta mekanisme konversi yang jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan.
Kabar baiknya, riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law menunjukkan bahwa penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) relatif lebih mudah ketimbang Amerika Serikat (AS). Sebab, di negeri Paman Sam itu prosesnya lebih panjang.
Menurut Wimboh, kedua alat pembayaran itu perlu dikaji guna melengkapi ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi atau Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang baru saja dirilis oleh BI. Ia menegaskan, bahwa ia bersama Pemerintah, BI, akademisi, dan lembaga internasional berkomitmen menerapkan CBDC ke arah yang dikehendaki dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
(Baca juga: OJK Hukum Fintech RupiahPlus karena Langgar Prosedur Penagihan)
Hal ini ia sampaikan dalam seminar tentang Standarisasi Mata Uang Digital Fiat (DFC) dan penerapannya. Seminar ini diselenggarakan oleh International Telecommunication Union (ITU) dan Cornell Research Academy di Cornell Tech, New York. Seminar ini membahas tren teknologi terbaru dan inovasi penerbitan mata uang digital dan pengaruhnya terhadap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.
Adapun, BI sudah mengkaji kedua alat pembayaran itu sejak awal tahun. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko sempat mengatakan, beberapa bank sentral di dunia juga mengkaji implikasi kedua alat pembayaran itu dan blockchain terhadap stabilitas di Indonesia.