Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bakal mengadopsi teknologi blockchain dalam Project Portamento. Kepala Bekraf Triawan Munaf menyatakan, Project Portamento dibuat untuk melindungi hak cipta para seniman. Maka, di dalamnya ada sistem yang menghubungkan para pemilik hak cipta dengan konsumen, hingga instansi terkait.
Ia mencontohkan, saat seorang musisi memasukkan karyanya dalam database Project Portamento, sistem akan menghitung valuasi karya itu berdasarkan berapa banyak lagu tersebut diunduh atau dinikmati secara online. Platform ini juga akan menghitung besaran royalti hingga pajaknya dan memastikan angka-angka tersebut bisa diakses secara terbuka olah semua pihak yang berkepentingan.
Hanya, proyek ini belum mendapat lampu hijau dari otoritas terkait. "Kami akan aplikasikan blockchain di Project Portamento karena proyek ini seemless, merata ke semua stakeholder yang memiliki kepentingan bisnis dari hulu ke hilir dalam hal pemanfaatan lagu dan musik," ujar Triawan saat konferensi pers XBlockchain Summit di UOB Tower Thamrin, Jakarta, Rabu (30/5).
(Baca juga: Ekonomi Kreatif Hadapi Masalah Produksi hingga Ekspor Tak Merata)
Jika proyek ini terealisasi, Bekraf akan menjadi instansi pemerintah pertama yang mengadopsi blockchain. Sebelumnya, beberapa bank dan perusahaan swasta telah lebih dulu memanfaatkan teknologi baru ini.
Peluang pasar blockchain global diperkirakan mencapai US$ 14 miliar di 2022. Karena itu, Triawan berharap pemerintah bisa menjadi pioner mengadopsi teknologi ini supaya bisa mengambil peluang dari sisi ekonomi.
Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Yos Ginting menyatakan, blockchain telah dimanfaatkan pemerintah di beberapa negara. Norwegia, misalnya, menggunakan blockchain untuk sertifikasi tanah. Menurutnya, sistem ini juga bisa diadopsi di dalam negeri, mengingat Presiden Joko Widodo menargetkan sertifikasi 7,5 juta lahan tahun ini.
Lalu dari segi perusahaan, menurutnya sektor yang memperlukan kepercayaan seperti keuangan sangat berpeluang menggunakan teknologi ini. Selain itu, sektor terkait rantai pasok atau logistik, kekayaan intelektual, dan yang berhubungan dengan Internet of Things (IoT) juga sangat potensial menggunakan blockchain.
(Baca juga: Disebut Halal, Masjid di London Terima Sedekah Bitcoin)
Hanya, ia mengingatkan bahwa teknologi ini masih baru sehingga kapasitasnya hanya 5-10 transaksi per detik. Namun ia optimistis teknologi ini bakal berkembang signifikan, sebagaimana internet dulu.
Selain itu, perlu edukasi kepada masyarakat bahwa hilangnya data di dalam sistem blockchain menjadi tanggung jawab masing-masing karena teknologi ini menganut desentralisasi. "Kalau kuncinya hilang, tidak ada yang bisa recover," ujar dia.
Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonedia Steven Suhadi menambahkan, implementasi blockchain di Indonesia akan sangat kondusif karena adanya kebutuhan mengingat negaranya yang kepulauan. "Sudah terdesentralisasi. Kalau ada satu sistem yang lebih efisien, itu akan dipakai," kata dia.
(Baca juga: Jumlah Investor Bitcoin Hampir Menyamai Bursa Efek Indonesia)
Adapun hingga saat ini, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) sudah mengembangkan teknologi blockchain untuk pencatatan transaksi. Selain itu, empat bank lainnya juga dikabarkan bakal mengadopsi blockchain yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Danamon Tbk, dan PT Bank Permata Tbk.