Pernahkah Anda mendapati harga makanan pada Go-Food atau GrabFood lebih mahal ketimbang yang tercantum pada daftar menu di kedai favorit Anda? Selisih harga ini ternyata disebabkan oleh adanya biaya yang dikenakan oleh Go-Jek dan Grab kepada para mitra mereka.
Di kedai Ayam Gubrak di Penjaringan, Jakarta Utara misalnya, harga paket ayam gubrak hanya Rp 15 ribu, namun pada aplikasi Go-Food harganya tercantum sebesar Rp 18 ribu.
Sri, salah seorang pramuniaga di sana menjelaskan, ada beberapa produk yang harganya dinaikkan guna menutup beban bagi hasil yang ditetapkan oleh aplikator. Nilainya disebut melebihi Pajak Pertambahan Nilai (PPn) 10% yang ditarik pemerintah: 25% oleh Grab dan 20% oleh Go-Jek. "Produk ayam harganya dinaikkan Rp 3 ribu untuk menutup itu," kata dia kepada Katadata, Selasa (16/5).
Hanya, selisih harga itu tak ditetapkan seragam untuk untuk semua produk. Untuk produk lain seperti es kepal milo ataupun sop durian misalnya, harga di aplikasi tidak dinaikkan dari harga aslinya karena keuntungan yang didapat sudah cukup besar.
(Baca juga: Go-Jek Ekspansi ke Asia Tenggara, Nadiem: Waktunya Indonesia Menyerang)
Menurut Sri, Go-Food dan GrabFood mendatangkan sekitar 20 pesanan setiap hari. Sementara omzet bulanan kedainya sekitar Rp 46-49 juta. "Setiap bulan itu ada invoice masuk dari Grab dan Go-Jek. Tapi saya tidak tahu persis jumlahnya," ujar dia.
Hal serupa diakui oleh pengelola beberapa kedai lain. Salah satu mitra Go-Food yakni kedai Kim Lai Pontianak di Jalan Rawa belong, Jakarta Barat. “Go-Food memang ambil 20%, jadi kami kasih harga makanan di aplikasinya selisih Rp 4.000 lebih mahal,” kata seorang pengelola.
Sementara kedai Nasi Uduk Medan Pogiok di Pasar Dutamas, Jelambar, Jakarta Barat misalnya, bisa menyetor Rp 1,5 juta per bulan ke Go-Jek. "Kata Bos sih, tidak pernah di bawah Rp 1 juta (per bulan)," ujar Widya, salah seorang pramuniaga.
Maka, Pogiok pun menaikkan harga makanan di aplikasi Go-Food. Misalnya, nasi uduk biasa dengan lauk tempe orek, kentang parut, ikan asin, dan telur suwir dihargai Rp 19 ribu di aplikasi Go-Food. Jika datang langsung ke kedai, harganya hanya Rp 15 ribu per porsi.
(Baca juga: 3 Ribu Mitra Go-Food Sudah Terima Pembayaran QR Code)
Sementara di kedai Ayam Penyet Everest yang berada di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pengelola mencantumkan harga dengan selisih antara Rp 1.000-4.000 lebih mahal pada aplikasi Go-Food maupun GrabFood.
Tanpa menyebut besaran prosentasenya, Vita yang menjadi kasir di kedai itu mengakui adanya biaya bagi hasil dari kedua aplikasi yang ditarik tiap bulan. Tapi, mereka juga diuntungkan karena banyaknya tambahan pesanan dari kedua aplikasi tersebut. “Sehari lebih dari 50 pesanan dari aplikasi, hampir sama dengan pembeli yang datang langsung,” ujarnya.
Seorang perwakilan Go-Jek pun mengakui adanya biaya yang ditarik dari mitra Go-Food. “Kami memang ada sistem bagi hasil dengan partner Go-Food yang sudah memiliki perjanjian kerjasama dengan kami, namun detail prosentase-nya tidak dapat kami share.” Sementara Public Relation Manager Grab Andre Sebastian belum berkomentar mengenai hal ini.
Jumlah mitra Go-Food saat ini sudah lebih dari 150 ribu merchant. Tahun lalu, Go-Food sudah melayani pesan antar 3 juta paket martabak dan 2 juta porsi ayam geprek. Sementara GrabFood kini telah merangkul lebih dari 30 ribu mitra di sembilan kota di indonesia.
(Baca juga: Warung Kopi Pontianak yang Jadi Tongkrongan Jokowi Buka di Jakarta)