Hitung Ulang Tarif Interkoneksi, Kemenkominfo Tunjuk BRTI

Arief Kamaludin | Katadata
11/11/2016, 10.00 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menunjuk Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk menghitung ulang tarif interkoneksi antaroperator telekomunikasi. Sebelumnya, dia menerbitkan Surat Edaran (SE) yang menetapkan penurunan tarif interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204 per menit. Namun, kebijakan menuai protes, utamanya dari PT Telekomunikasi Indonesia (Persero).

Rudiantara menjelaskan, pihaknya menunda penurunan tarif interkoneksi hingga ada hasil kajian dari lembaga independen, dalam hal ini, BRTI. Dengan jalan ini, ia berharap akan diperoleh tarif yang tepat bagi para operator. "Nanti ada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang menghitung dan menetapkan," ujar Rudiantara saat ditemui di Menara Bidakara, Jakarta, Kamis (10/11).  

(Baca juga: Menkominfo Dorong Operator Telekomunikasi Berbagi Jaringan)

Sayangnya, ia enggan menjelaskan lebih jauh mengenai proses perhitungan tarif tersebut. Menurut informasi yang diperoleh Katadata, penunjukkan lembaga independen tersebut merupakan masukan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Hal tersebut lantaran adanya keberatan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno tentang penurunan tarif yang semula ditetapkan Rudiantara. Rini meminta ada perhitungan yang jelas sehingga Telkom bisa merasa tidak dirugikan.

Sepekan lalu, kepada wartawan, Rini menyiratkan perlunya perbedaan tarif interkoneksi. Ia mengatakan, semestinya tarif interkoneksi di daerah yang sulit terjangkau diselesaikan antaroperator telekomunikasi secara business to business (b to b). Skema  ini diperlukan agar Telkom mendapatkan keadilan. Sebab, cuma operator telekomunikasi pelat merah tersebut yang selama ini berani berinvestasi membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke ujung Indonesia.

(Baca juga: Rini Minta Tarif Interkoneksi di Daerah Ditentukan Antar-operator)

Adapun operator lain, menurut Rini, enggan berinvestasi di wilayah serupa karena ongkosnya mahal dan secara bisnis belum menguntungkan. "Kami mengusulkan, tolong dong, kalau (infrastruktur) daerah itu ongkosnya lebih mahal. Umpamanya kita (Telkom) taruh di Papua, kalau ada yang mau menggunakan interkoneksi di Papua itu hitungannya harus b to b," kata Rini di Jakarta, Kamis (3/11).

Sementara itu, Senior Vice President Media & Digital Bussiness Telkom Joddy Hernadi mengungkapkan kebijakan pemerintah untuk menghitung ulang tarif interkoneksi, atau bahkan menurunkannya serta kebijakan berbagi jaringan (network sharing) akan berdampak langsung pada bisnis Telkom.

(Baca juga: Tarif Interkoneksi Turun, Negara Dinilai Bisa Rugi Rp 6 Triliun)

Menurutnya aturan yang ditetetapkan sebelumnya sudah cukup fair bagi Telkom. Bahkan seharusnya Telkom diberikan insentif lebih, karena berani membangun infrastruktur di luar Pulau Jawa. Ia pun mengklaim, kebijakan baru pemerintah akan membuat Telkom merugi. "Kemungkinan akan ada pengaruh (merugikan)," ujarnya.