Pandemi corona telah memukul aktivitas ekonomi dan berbagai sektor usaha, termasuk usaha rintisan (startup). Transaksi dan omzet startup, bahkan unicorn ikut tergerus. Demi mempertahankan kelangsungan usaha, upaya efisiensi dilakukan, mulai dari memangkas biaya promosi, pemotongan gaji, bahkan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sebagai gambaran, berdasarkan data Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) dan Asosiasi Driver Online (ADO), permintaan layanan berbagi tumpangan (ride hailing) anjlok 80% selama penerapan belajar dan bekerja dari rumah alias work from home. Hal ini berdampak ke transaksi di platform Gojek dan Grab.
Sementara itu, startup online travel agent (OTA) seperti Traveloka dan Tiket.com juga terpukul akibat pandemi corona. Pangkal soalnya, aktivitas wisata dan perjalanan nyaris mati suri akibat meluasnya wabah corona ke seluruh dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Februari 2020 anjlok 885 ribu atau 28,9% dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy). Jumlahnya ditaksir makin susut pada Maret 2020 karena banyak maskapai mengurangi jadwal penerbangan dan tempat wisata menutup usahanya sementara waktu.
Tiket.com mencatat, penjualan produk perjalanan internasional anjlok 52% selama Januari dan Februari. Sedangkan Traveloka tidak menyebutkan penurunan transaksi akibat pandemi. Tapi, manajemen mengungkapkan, permintaan bantuan terkait uang kembali (refund) dan mengubah jadwal (reschedule) tiket pesawat dan hotel naik 10 kali lipat.
(Baca: Siasat Tiket.com, Loket & Traveloka Bertahan di Tengah Pandemi Corona)
Perusahaan rintisan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) juga terkenda dampak pandemi. Mereka mengantisipasi potensi lonjakan kredit macet para nasabahnya, khususnya usaha kecil dna menengah (UKM). Sebab, beberapa peminjam mengalami penurunan pendapatan atau bahkan kehilangan pekerjaan.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait mengatakan, startup harus melakukan efisiensi agar dapat bertahan di tengah pandemi. “Bila dibutuhkan untuk menjaga survival, lakukan pemotongan biaya,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (6/4).
Salah satu biaya yang otomatis dipangkas yakni promosi jor-joran atau ‘bakar uang’. Langkah ini sebenarnya sudah dilakukan sebelum pandemi corona merebak. Lalu, sejumlah startup di beberapa negara yang terdampak pandemi juga mulai merumahkan karyawan tanpa digaji (unpaid leave) hingga PHK.
“Bisa dua hal efisiensi. Karyawan tetap digaji, kecuali ada kebijakan khusus. Ini yang menjadi tantangan. Bagaimana tetap produktif walaupun work from home,” kata Jefri.
(Baca: Suntikan Dana Investor Diprediksi Anjlok 20%, Startup Harus Efisiensi)
Selain itu, perusahaan rintisan dapat menunda ekspansi dan investasinya dengan memotong belanja modal yang bukan prioritas. Dana yang dimiliki difokuskan untuk modal kerja yang menghasilkan pendapatan di tengah pandemi. Layanan pesan-antar makanan GoFood atau GrabFood misalnya, diminati selama penerapan work from home.
Sedangkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menilai, pemangkasan gaji hingga PHK bukan hanya berpotensi dilakukan oleh startup, tapi juga perusahaan pada umumnya, yang tertekan pendapatannya akibat dampak corona. Selain itu, biaya pemasaran pasti dipangkas untuk mendorong efisiensi.
"Komponen terbesar (bagi) sebagian besar startup yakni man power dan pemasaran," kata dia. "Walaupun rumitnya, pemasaran ada korelasinya dengan pertumbuhan."
Efisiensi seperti itu perlu dilakukan, karena investor memilih menunggu dan melihat kondisi saat ini (wait and see) terkait kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan masalah pandemi. Padahal, di sisi sebaliknya, startup masih membutuhkan suntikan modal dan dana tunai untuk menutup omzetnya yang kian tergerus.
(Baca: Startup-startup yang Panen Transaksi dan Rugi Akibat Pandemi Corona)
Salah satu upaya efisiensi yang telah dilakukan startup adalah memangkas gaji karyawan, khususnya level manajemen. Gojek memotong gaji setahun co-CEO dan manajemen senior sebesar 25%. Selain itu, Gojek akan mengalihkan anggaran kenaikan gaji tahunan seluruh karyawan untuk dana bantuan tersebut. Sedangkan Grab memangkas gaji para petingginya sebesar 20%.
Tujuannya untuk membantu mitra pengemudi dan penjual (merchant) yang pendapatan hariannya tertekan oleh pembatasan sosial dan work from home dalam penanganan pandemi. Dari pemotongan gaji tersebut, Gojek mengumpulkan Rp 100 miliar, sementara Grab Rp 161 miliar.
Tak sekadar memotong gaji manajemen, berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, beberapa startup besar telah mengurangi jumlah karyawan. Salah satunya adalah Traveloka, yang kabarnya mulai melakukan PHK karyawan secara terbatas pada akhir Maret lalu.
“Bagian strategi dan analisis yang terkena. Sebanyak 50% engineer di India juga terdampak,” kata sumber yang mengetahui informasi tersebut kepada Katadata.co.id, akhir Maret lalu (31/3).
Katadata.co.id sudah mengonfirmasi kabar tersebut kepada manajemen Traveloka. Namun, hingga artikel ini ditulis, pihak manajemen belum memberikan komentarnya perihal kabar program PHK tersebut.
Beberapa unicorn lain juga dikabarkan melakukan langkah-langkah efisiensi terhadap karyawannya. Bentuknya beragam, termasuk skema merumahkan pegawai tanpa digaji. Meski begitu, para startup dan unicorn terus berupaya mempertahankan usahanya di tengah masa pembatasan sosial akibat pandemi corona saat ini.
(Baca: Susul Gojek, Petinggi Grab Donasi 20% Gaji untuk Mitra Terimbas Corona)
Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengatakan, seluruh karyawan menerapkan work form home. “Ini sesuai dengan imbauan pemerintah, tanpa adanya pengurangan gaji,” katanya kepada Katadata.co.id, pekan lalu (2/4).