Dua perusahaan rintisan (startup) HappyFresh dan Reddorz menyebut rata-rata sekitar 25% karyawannya mengundurkan diri setiap tahun. Meski cukup tinggi, tingkat pengunduran diri tersebut dinilai masih normal.
Group OD & HRBP HappyFresh Borries Abridita Putra mengatakan, total karyawan perusahaan saat ini mencapai sekitar 300 orang. Dari jumlah tersebut, rata-rata terdapat sekitar 25% di antaranya yang mengundurkan diri setiap tahun. Mayoritas merupakan karyawan dengan pengalaman 2-3 tahun.
"Kami ingin membuat mereka stay (tetap tinggal), tetapi tidak ada ruang lagi untuk mereka stay," ujar Borries saat ditemui di sela-sela acara Tech In Asia Conference di JCC, Jakarta, Selasa (8/10).
Ia menjelaskan mayoritas karyawan HappyFresh yang mengundurkan diri beralasan ingin mengembangkan kariernya. Perusahaan pun menurut dia, menganggap hal tersebut wajar sepanjang masa kerja karyawan di perusahaan tak terlampau singkat.
Hal ini lantaran berdasarkan data global, tingkat pengunduran diri karyawan yang normal berkisara 20% hingga 30% per tahun. Namun menurut dia, jika terdapat banyak karyawan yang mengundurkan diri dalam waktu 6 bulan, maka sudah seharusnya perusahaan melakukan introspeksi.
"Apakah ada proses on boarding yang salah atau merekrut orang yang salah sehingga tidak culture fit (menyesuaikan budaya) dengan kita?" kata dia.
(Baca: Google Bocorkan Siasat Lazada hingga Bukalapak Gaet Pasar di Regional)
Selama ini, menurut dia, calon pekerja dan perekrut hanya membahas persoalan gaji dan manfaat saat proses perekrutan. Padahal, menurut dia, terdapat hal lain yang harus menjadi fokus perusahaan yakni penyediaan ekosistem yang tepat bagi calon pekerja.
Guna menurunkan rasio karyawan yang mengundurkan diri, menurut dia, perusahaan bahkan telah melakukan riset secara khusus. Oleh karena itu, menurut dia, terdapat tiga hal yang saat ini menjadi fokus perusahaan untuk ditanamkan kepada karyawannya, yakni rasa penguasaan terhadap keahlian (sense of mastery in skill), rasa kepemimpinan (sense of leadership), dan rasa saling memiliki (sense of belonging).
"Jadi, perusahaan perlu tahu nilai-nilai apa yang perlu ditanamkan ke karyawannya agar mereka bertahan," kata dia.
Chief Commercial Officer RedDoorz Marshall Silver menjelaskan salah satu alasan karyawan mengundurkan diri karena budaya perusahaan yang tidak sesuai. Selain itu, menurutnya, karyawan biasanya menundurkan diri karena ingin meningkatkan karier dan pengembangan diri.
"Jadi, kami menciptakan banyak jalan bagi orang-orang untuk membangun pengalaman dan keahlian mereka dan dalam membangun karier. Itu lebih penting dibandingkan dengan gaji," ujar Marshall.
Ia mengatakan, perusahaan saat ini beroperasi dalam lingkungan yang kompetitif. Banyak karyawan mereka, menurut dia, yang memilih bertahan meski ditawari gaji lebih tinggi. Adapun tingkat pengunduran diri karyawannya saat ini mencapai sekitar 25% per tahun.
(Baca: Dorong Transaksi, Bukalapak Daftarkan 95 Ribu Warung di Google Bisnis)
"Mereka (karyawan perusahaan) tetap memilih untuk tinggal karena mereka memiliki hubungan yang baik dengan kepemimpinan, dalam memiliki jalan menuju peningkatan karir. Dalam pengalaman kami, kami benar-benar dapat mempertahankan bakat tanpa berusaha menawar kompensasi," jelas dia.
Sementara startup yang bergerak dibidang rekrutmen karyawan, Urbanhire mengaku memiliki tingkat pengunduran diri lebih rendah yakni sebesar 10% pada tahun ini.
Founder & CEO Urbanhire Benson Engelbert Kawengian mengatakan, tingkat pengundurkan diri perusahaan berbeda dari tahun ke tahun. Tahun lalu perusahaan mencatat tingkat pengunduran diri per tahun mencapai 30%, sedangkan tahun ini mencapai 10 %.
"Mengapa berubah? Karena perusahaan itu berubah, dari sisi development (pengembangan), kami melakukan improvisasi juga," kata dia.
Benson menjelaskan tingkat pengunduran diri sebesar 10% per tahun terbilang rendah. Adapun mayoritas karyawan yang mengundurkan diri memiliki pengalaman kerja 2 sampai 3 tahun.