Marak PHK, Startup Tetap Incar 10 Jenis Pekerjaan Ini saat Pandemi
Beberapa startup, termasuk Gojek dan Grab melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan karena tertekan pandemi corona. Namun, ada 10 jenis pekerjaan yang banyak dicari oleh perusahaan rintisan.
Pekerjaan yang dimaksud yakni programmer, business intelligence, digital marketing, brand manager, data analyst, dan risk management. Lalu, pekerja di divisi penjualan, di bagian manajemen ketersediaan (manage stock), manajemen pengiriman barang (delivery management), serta tenaga di bidang user interface dan user experience (UI/UX).
Perusahaan e-commerce misalnya, mencatatkan kenaikan transaksi selama pandemi virus corona. Oleh karena itu, startup di sektor ini semakin membutuhkan programmer. “Tapi akan ada kebutuhan penambahan di bagian logistik," kata Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (3/7).
(Baca: Dongkrak Transaksi, Gim dan Live Streaming Jadi Tren Baru E-Commerce)
Di bidang logistik, talenta yang dibutuhkan yakni untuk manajemen ketersediaan dan manajemen pengiriman barang. Pegawai di bidang ini sangat diperlukan untuk memperlancar pengiriman barang.
Ia memperkirakan, layanan e-commerce, kesehatan, dan toko kelontong dengan model bisnis online to offline (O2O) tetap dibutuhkan saat penerapan tatanan kebiasaan atau normal baru (new normal). “Ini karena masih relevan dan hanya bisa maintain penggunanya seperti sekarang ini," kata dia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun menyebutkan bahwa penjualan di platform e-commerce meningkat 30% selama pandemi Covid-19.
Layanan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) juga diperkirakan melonjak imbas pandemi. KoinWorks dan Akseleran misalnya, memproyeksikan pengajuan pinjaman naik 35% hingga 40%.
(Baca: Setelah PHK Karyawan, Gojek dan Grab Fokus Pada 3 Layanan Ini)
Oleh karena itu, pekerja yang ahli di bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dibutuhkan selama masa krisis corona ini. “Ini diperlukan untuk menganalisis risiko pinjaman," kata Ketua Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede.
Layanan fintech pembayaran seperti GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja juga mendulang kenaikan transaksi. Hal ini karena masyarakat diimbau bertransaksi secara non-tunai guna menghindari penularan virus corona.
Seiring dengan karakteristik layanan itu, pekerja yang ahli di bidang data analyst, programmer, risk management, dan UI/UX dibutuhkan. Apalagi UI/UX yang diharapkan bisa mendorong tampilan dan penggunaan aplikasi agar lebih menarik dan mudah digunakan konsumen.
(Baca: Fintech Besar Catat Penyaluran Pinjaman Masih Tumbuh di Tengah Pandemi)
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pun melakukan survei terhadap anggotanya terkait kebutuhan pekerja. Sebanyak 79 anggotanya membutuhkan talenta di bidang data analyst, 70 memerlukan programmer, 51 menginginkan pekerja yang ahli dalam hal risk management.
Lalu, 46 perusahaan membutuhkan talenta yang memahami industri finansial. Kemudian, 41 memerlukan ahli UI/UX.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, 72 perusahaan melakukan pelatihan (in-house training). Lalu, 51 perusahaan merekrut karyawan dari institusi keuangan selain fintech.
Kemudian 48 perusahaan menggaet pekerja dari fintech lain. Selain itu, 39 anggota merekrut lulusan perguruan tinggi (fresh graduate).
(Baca: Fintech RI Mirip Tiongkok, Investor Sebut OVO & DANA Berpotensi Merger)
Riset Robert Walters Indonesia pada tahun lalu menunjukkan, startup di bidang pendidikan, kesehatan, dan fintech pembayaran paling banyak merekrut tenaga kerja. Mereka bahkan menawarkan gaji hingga Rp 1,7 miliar per tahun atau Rp 141,7 juta per bulan.
Ada dua faktor yang melandasi mereka memberikan gaji besar. Pertama, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) bidang digital lebih sedikit dibanding kebutuhan industri.
Kedua, rasio pegawai yang keluar-masuk (turnover rate) di perusahaan digital mencapai 31% dalam dua tahun. Kedua faktor itu menyebabkan persaingan untuk mendapatkan talenta digital semakin ketat.
Berdasarkan Riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital pada 2015 hingga 2030. Untuk menutupi kebutuhan itu, Indonesia harus menyediakan talenta digital 600 ribu orang per tahun.