Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II. Meski belum masuk jurang resesi, investor menilai startup perlu waspada dan mengurangi biaya untuk promosi atau ‘bakar uang’.
CEO BRI Ventures Nicko Widjaja mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis. Sebab, ketidakpastian makro ekonomi meningkat di tengah krisis akibat pandemi corona.
Oleh karena itu, investor akan lebih aktif berkomunikasi dengan para pendiri perusahaan rintisan. "Namun, yang pasti, investor akan sangat berhati-hati dalam mengevaluasi (bisnis) startup," ujar Nicko kepada Katadata.co.id, Kamis (6/8).
Ia mengatakan, investor bakal semakin teliti dalam menilai kesehatan keuangan bisnis startup. Hal-hal yang dikaji mulai dari kelancaran pendapatan, efektivitas pemanfaatan biaya, dan segala turunannya.
Oleh karena itu, ia mengimbau para pelaku startup untuk bertahan. Caranya, dengan merestrukturisasi anggaran dan diversifikasi sumber pendapatan.
Kendati begitu, strategi perusahaan rintisan menyesuaikan dengan bidangnya. “Seberapa terpengaruhnya supply dan demand perusahaan sebagai akibat dari pandemi Covid-19," ujar Nicko.
Sedangkan Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, data pendanaan terhadap startup pada kuartal III dan IV akan lebih menggambarkan dampak dari pandemi virus corona. “Ini berbeda dengan krisis 1998 atau 2008. Bukan hanya krisis ekonomi, melainkan krisis kemanusiaan,” katanya.
Willson menilai, perusahan harus memperhitungkan ‘landasan pacu’ bisnisnya. Selain itu, mengkaji jumlah dana yang dimiliki di bank dibagi dengan pengeluaran bulanan. Lalu, meninjau kembali struktur biaya perusahaan.
Ia mengimbau para startup untuk memproyeksikan semua skenario dengan memperhitungkan dampak dari pendapatan yang turun 25%, 50%, bahkan 100%. "Perkiraan kami, krisis akan berlangsung lama. Perusahaan harus memiliki runway minimal 18 bulan," ujar dia.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) sekaligus CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Ia mengimbau para petinggi startup untuk memperpanjang runway bisnis.
Salah satu caranya, dengan mengurangi biaya promosi atau ‘bakar uang’, gaji pegawai, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Langkah PHK ini juga sudah dilakukan beberapa perusahaan rintisan, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:
Ketua Amvesindo Jefri Sirait mengatakan, startup dituntut untuk mengatur arus kas (cashflow) secara baik. "Dulu cerita startup 'bakar uang', biaya pemasaran, riset. Tapi ke depan untuk bisa bertahan, perlu cash flow," katanya.
Selain itu, startup dituntut untuk terus berinovasi. "Saat pandemi, waktu bertahan itu ditentukan seberapa cepat dia mengubah diri. Oleh karena itu, dituntut inovasi," ujarnya.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center (KIC), sekitar 50% startup Indonesia hanya mampu bertahan setahun. Survei ini dilakukan terhadap 139 responsen, selama Mei-Juni lalu.
Sebanyak 10,1% responden mengaku tak mampu bertahan hingga akhir Juni. Lalu, 20,1% bisa bertahan sampai bulan depan saja.
Namun, 48,9% optimistis bisa bertahan hingga lebih dari setahun. Datanya bisa dilihat pada Infografik di bawah ini: