Marak PHK Massal, Tokopedia Ungkap Lika-Liku Nasib Pekerja Startup

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pameran startup teknologi dan inovasi industri anak negeri di Hall B JCC, Jakarta, pada 2019.
30/6/2022, 19.04 WIB

Sejumlah startup marak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Tokopedia pun mengungkapkan lika-liku pekerja talenta digital.

E-commerce bernuansa hijau itu gencar mengenalkan ragam pekerjaan talenta digital melalui wadah edukasi, Tokopedia Academy yang dirilis pada 2019. Wadah ini mengedukasi calon talenta digital lokal dengan berbagai program, seperti bootcamp hingga workshop.

Tokopedia Academy juga memberikan akses berupa video, artikel hingga podcast dengan topik bermacam-macam. Tema edukasinya teknologi dan data, produk hingga kepemimpinan.

Perusahaan afiliasi Gojek itu juga mengenalkan lika-liku pekerjaan talenta digital yang diminati industri, seperti data scientist dan software engineer.

Data scientist bertugas menggabungkan pemrograman, statistik, dan matematika. Tujuannya, mengumpulkan, menafsirkan, dan menganalisis kumpulan data besar. 

"Bisnis kecil maupun besar itu bergantung pada data. Jika perusahaan tak mampu mengolah data, akan kesulitan punya strategi operasi efektif dan efisien dalam dapatkan keuntungan," kata Data Scientist Tokopedia Ifta Jihan Nabila dalam webinar Tokopedia Academy, Kamis (30/6).

Data Scientist Tokopedia Faldi Sulistiawan bercerita, dirinya ditempatkan di tim promotion optimization. "Saya ditugaskan meningkatkan dan membuat sistem agar otomatis dalam menentukan promo atau kupon apa yang cocok bagi pengguna," katanya.

Ia memanfaatkan data atribut atau perilaku pengguna Tokopedia. "Ada yang suka belanja murah atau hal-hal kecil dalam jumlah banyak. Kami prediksi, dia cocok mendapatkan kupon sekian persen," ujar dia.

Sedangkan Software Engineer - Engineering Productivity - Web Platform Tokopedia Audrey Datau bercerita, dirinya bertugas menganalisis, membuat rekayasa, menyusun spesifikasi, mengimplementasikan dan memvalidasi rancangan sistem perangkat lunak untuk menjawab suatu permasalahan.

Ia bertugas di tim engineering productivity. "Ini untuk menjaga kualitas fitur Tokopedia. Saya membangun, merancang, dan melakukan otomatisasi tes pada fitur di Tokopedia," ujarnya. 

Upaya Tokopedia memperkenalkan pekerjaan talenta digital agar semakin banyak generasi muda yang berminat menjalani karier di sektor ini. Sebab, Indonesia defisit talenta digital.

"Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia butuh 9 juta talenta digital hingga 2030," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.

Itu artinya, ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang siber per tahun. Namun hanya 20% dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Riset Amazon Web Services (AWS) dan AlphaBeta juga menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Nusantara butuh 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.

Sekalipun banyak perusahaan melakukan PHK saat ini, talenta digital tetap diminati. Anggota Dewan Eksekutif Teknologi CNBC Internasional menilai bahwa perekrutan tidak akan melambat.

Sebab, perusahaan teknologi masih kesulitan menemukan talenta digital. Sekitar 64% pemimpin teknologi yang menjadi responden survei TEC pada 3 – 22 Juni mengatakan, sulit menemukan talenta yang memenuhi syarat dengan posisi yang tengah dicari.

Sebanyak 86% anggota TEC pun mengaku harus membayar upah lebih tinggi untuk mendapatkan talenta digital terampil.

Hampir sepertiga pun percaya bahwa mereka mungkin perlu melakukan penyesuaian jumlah karyawan pada tahun berikutnya. Sebanyak 55% mengatakan, perubahan di pasar tenaga kerja saat ini, justru memberi mereka kesempatan untuk mendatangkan talenta digital ahli.

“Saya pikir beberapa dari kandidat (ahli) itu tidak akan kami lihat atau bahkan memiliki kesempatan untuk wawancara, tapi sekarang bisa,” kata pendiri sekaligus CEO Startup kompensasi OpenComp, Thanh Nguyen dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (28/6).

Menurutnya, banyak perusahaan teknologi akan berfokus menggunakan uang tunai untuk mendorong transaksi, ketimbang merekrut pekerja baru. Namun, mereka kemudian bakal mengeluarkan uang lebih untuk menggaet pekerja.

Sebab, “ketika orang-orang berpindah (dari satu perusahaan ke perusahaan lain), itu menaikkan kompensasi 10% - 15% secara keseluruhan,” katanya. "Dalam resesi, biaya tenaga kerja akan mulai stabil."

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan