Cara Startup dan Korporasi Indonesia Atasi Defisit Talenta Digital

Desy Setyowati
1 April 2022, 17:12
talenta digital, pekerja digital, gojek, tokopedia, bukalapak, traveloka, goto, kominfo,
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pameran startup teknologi dan inovasi industri anak negeri di Hall B JCC, Jakarta, pada Kamis (3/10/2019).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, Indonesia kekurangan 400 ribu – 500 ribu talenta digital per tahun. Untuk mengatasi hal ini, startup dan perusahaan Tanah Air menggencarkan pelatihan hingga merekrut pekerja ahli asing.

Berdasarkan riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital selama 2015 hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang siber per tahun.

Namun hanya 20% dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). “Ada talent gap sekitar 400 ribu – 500 ribu setiap tahunnya,” kata Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong dalam webinar Selular Congress, Kamis (31/3).

Vice President HC Workforce Solution and Enabler Telkomsel Harris Wijaya pun menyampaikan, jumlah talenta digital di Indonesia hanya 0,2% dari total angkatan kerja pada 2019. Ini berdasarkan data LinkedIn.

Indonesia pun menempati urutan kesembilan dari total 11 negara yang disurvei. Rinciannya sebagai berikut:

Porsi talenta digital dibandingkan total angkatan kerja di 11 negara pada 2019
Porsi talenta digital dibandingkan total angkatan kerja di 11 negara pada 2019 (Telkomsel)

“Lima tahun lalu mungkin kita belum berpikir mencari beberapa digital talent yang ada saat ini. Misalnya untuk big data specialist, fintech engineers, dan sejumlah pekerjaan lain. Namun saat ini, talenta digital itu dibutuhkan,” kata Harris.

Di satu sisi, perkembangan teknologi memengaruhi kebutuhan talenta digital. “Dulu hanya ada pesan singkat hingga telepon suara. Kini Telkomsel menjangkau kebutuhan pelanggan untuk menonton film, bermain game sampai bekerja. Nantinya kemungkinan berkembang lagi,” ujarnya.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu pun bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk mendapatkan talenta digital yang mumpuni. Salah satunya menggaet Telkom University.

Selain itu, menggencarkan pelatihan terkait teknologi. Telkomsel juga merekrut ahli di bidang teknologi secara permanen maupun sementara waktu.

Wakil Rektor Telkom University Rina Puji Astuti menambahkan, kampusnya menyiapkan sejumlah program studi untuk mendapatkan lulusan yang ahli di bidang digital. “Kurikulum sudah sesuai dengan kebutuhan talenta digital saat ini, mulai dari kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) hingga big data. Bahkan sudah berpijak kepada Undang-Undang (UU) online,” ujarnya.

Pada 2018, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyurvei 500 startup di Bandung, Jakarta, dan Surabaya, terkait talenta digital. Hasilnya, perusahaan mengeluarkan Rp 210 juta hingga Rp 1,1 miliar untuk head hunter atau jasa pencarian kandidat, khususnya di tataran pimpinan atau chief level.

Dana tersebut belum termasuk gaji dan fasilitas lain bagi pekerjanya sendiri.

Secara rinci, untuk mendapatkan talenta junior, startup biasanya membayar Rp 13,2 juta - Rp 29 juta kepada head hunter. Sedangkan untuk kualifikasi menengah biayanya Rp 25 juta - Rp 79 juta, dan senior Rp 66 juta - Rp 264 juta.

Itu terjadi karena perusahaan rintisan berebut untuk mendapatkan pekerja ahli. Ini tecermin pada rasio pegawai keluar masuk (turnover) sektor digital 19,22%, di atas rerata nasional 10%.

Berdasarkan riset Robert Walters Indonesia, startup pendidikan, kesehatan, dan teknologi finansial (fintech) pembayaran bahkan menawarkan gaji hingga mencapai Rp 1,7 miliar per tahun pada 2019. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pun mencatat, mayoritas anggota kesulitan mencari bakat bidang data dan analisis, pemrograman, dan manajemen risiko. Ini berdasarkan survei terhadap 154 anggota di masa pandemi corona.

kesenjangan keahlian di industri fintech
kesenjangan keahlian di industri fintech (Analisis Sekretariat Aftech 2020)

Meski begitu, 67% responden tidak mempekerjakan pekerja asing. Untuk menjawab tantangan ini, sebagian besar melakukan in-house training dan merekrut sejumlah talenta dari lembaga keuangan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...