Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan, blockchain diminati beberapa perusahaan di Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang membuat teknologi ini berpeluang diadopsi di Tanah Air.

Peluang pertama, mayoritas masyarakatnya berusia muda yakni rerata 28-29 tahun. Artinya, masih ada sekitar 15 tahun lagi untuk menghadapi bonus demografi. Dalam hal ini, pasar Indonesia lebih potensial dibanding negara maju.

Dibanding Tiongkok misalnya, mayoritas masyarakatnya memasuki usia tua (aging society). Banyaknya penduduk muda di Indonesia seharusnya pengembangan teknologinya masif. 

Kedua, penduduk usia muda biasanya melek digital alias digital savvy. Mereka juga cukup aktif menggunakan ponsel hingga komputer.  (Baca: Kadin Sarankan Pelaku E-commerce Adaptasi Blockchain Agar Tak Bangkrut)

Terakhir, Mahendra mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia cukup baik. “Negara kita punya (nilai) demokrasi itu,” kata di sela-sela acara Let's Talk Blockchain di Jakarta, hari ini (11/12). Tanpa hal itu, adopsi teknologi bakal menuai banyak perdebatan.

Hal seperti itu, kata dia, jarang terjadi di Indonesia. Meski begitu, pemerintah dan pelaku usaha menganalisis potensi persoalan jika mengadopsi teknologi blockchain.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur