Bank Indonesia (BI) menilai, biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) dengan teknologi kode Quick Response (QR Code) 0,7% tergolong murah. Di satu sisi, Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia atau Akumindo meminta agar transaksi itu bebas biaya.
Aturan terkait biaya transaksi itu sejalan dengan penerapan standardisasi kode Quick Response (kode QR) atau QRIS. “Switching di Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) 1%, di QRIS 0,7%. Jadi sudah pasti lebih murah,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo di Jakarta, Rabu (8/9).
Saat ini, ada sekitar 100 ribu mitra pedagang yang mengimplementasikan QRIS. "Di 2030 bisa meledak menjadi 2-3 juta, karena ada interkoneksi dan interoperabilitas," kata dia.
Berdasarkan aturan mengenai GPN, pedagang dikenakan tarif 0,15% untuk transaksi on us dan 1% off us. Disebut on us misalnya, pengguna kartu debit atau kredit Bank Central Asia (BCA) menggunakan mesin EDC milik perusahaan yang sama. Sedangkan off us contohnya, uang elektronik dan mesin EDC yang digunakan dimiliki oleh perusahaan yang berbeda.
(Baca: Pelaku UMKM Minta BI Bebaskan Biaya Transaksi Kode QR 0,7%)
Sedangkan untuk transaksi dengan kode QR, MDR 0,7% per transaksi berlaku untuk umum, baik on us maupun off us. Untuk pembayaran biaya pendidikan, tarif MDR yang dikenakan hanya 0,6%. Lalu, untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) hanya 0,4%.
Sedangkan untuk penyaluran bantuan sosial (bansos) dan donasi gratis. Penerapan tarif MDR ini diberlakukan mulai Januari 2020, sejalan dengan implementasi QRIS.
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) baik asing maupun lokal pun harus menyesuaikan layanannya dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 tentang implementasi QRIS untuk pembayaran hingga akhir tahun ini.
Asosiasi UMKM Berharap Biaya Transaksi Kode QR Gratis
Ketua Akumindo Ikhsan Ingratubun berharap agar pedagang tidak dibebani biaya transaksi menggunakan kode QR. Ia khawatir UMKM akan menghentikan layanan pembayaran dengan kode QR jika dibebani biaya transaksi.
"Maka dari itu, usulan UMKM adalah minta akses kemudahan untuk melakukan pembayaran dengan cara yang cepat dan murah," kata Ikhsan kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu (23/8).
Dia menjelaskan kode QR memang marak diimplementasikan pelaku usaha kecil dan menengah selama dua tahun terakhir. Apalagi, banyak promo dari penyedia jasa pembayaran lewat diskon dan uang kembali (cashback) sehingga menarik bagi konsumen.
(Baca: GoPay, OVO hingga LinkAja Tanggapi Biaya Transaksi Kode QR 0,7%)
Meski begitu, Ikhsan mengungkapkan kode QR tidak akan bertahan lama jika ada potongan yang besar. "Adanya penerapan tarif 0,7% per transaksi maka kurang menarik bagi pengguna menggunakan cara bayar dengan kode QR," katanya.
Mitra retail yang sudah menerapkan QRIS adalah warung Bukalapak. Perusahaan e-commerce turut serta dalam proyek percontohan (pilot project) QRIS sejak dua bulan lalu.
Vice President of Online to Offline Bukalapak Rahmat Danu Andika menjelaskan bahwa perusahaannya belum memutuskan apakah MDR QRIS akan ditanggung korporasi atau mitra. "Kami belum menentukan karena masih tahap awal perkenalkan. Sejauh ini belum dipungut biaya apapun," katanya, beberapa waktu lalu (21/8).
Ia berharap, omzet para mitra bisa meningkat setelah menerapkan QRIS ini. “Saya rasa tidak masalah apabila mereka membayar 0,3% misalnya. Nanti 0,4% sisanya kami cari siapa lagi yang akan bayar," katanya. Namun, ia menegaskan bahwa sejauh ini perusahaan akan mengikuti ketetapan 0,7% dari BI.
(Baca: BI Terapkan Standardisasi Kode QR Antarnegara Tahun Depan)