Huawei Technologies tengah menghadapi krisis di tengah kian besarnya tekanan dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Pendiri Huawei, Ren Zhengfei, pun menegaskan bahwa Huawei tidak akan mau dijadikan alat agar AS mendapatkan keinginannya dalam perang dagang yang akan merugikan negaranya, Tiongkok.
Bahkan jika hal itu berarti putrinya, Meng Wanzhou, yang saat ini tengah menghadapi tahanan rumah di Kanada atas tuduhan kriminal AS, harus menghadapi perjuangan hukum yang lebih lama.
Oleh karena itu dia meyakini bahwa Huawei tidak akan bisa keluar dari daftar hitam perdagangan AS. Namun Ren tetap optimistis perusahaannya tersebut dapat mempertahankan kinerjanya tanpa harus bergantung dengan perusahaan AS, yakni dengan mengembangkan teknologinya sendiri.
Dampak terbesar, menurutnya, akan ada pada vendor Amerika yang menjual chip dan komponen lainnya ke Huawei. "Apakah 'daftar entitas' diperpanjang atau tidak, itu tidak akan berdampak besar pada bisnis Huawei," ujar Ren seperti dikutip dari South China Morning Post, Rabu (21/8).
(Baca: AS Perpanjang Masa Penangguhan Hukuman Huawei)
"Kita bisa melakukannya dengan baik tanpa bergantung pada perusahaan Amerika," ujar Ren optimistis. Dia menambahkan bahwa saat ini perusahaannya tengah menyusun strategi untuk meningkatkan efisiensi, seperti mengurangi jumlah karyawan, memindahkan pekerjaan berulang-ulang, dan termasuk menyederhanakan struktur perusahaan.
Dalam salah satu pidato di hadapan karyawannya beberapa waktu yang lalu, Ren menggambarkan situasi yang tengah dihadapi Huawei saat ini layaknya sebuah 'peperangan'. Ren memang dikenal sering menggunakan istilah militer dalam berkomunikasi dengan karyawannya.
Mei lalu, Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam AS, yang melarang perusahaan teknologi AS untuk melakukan bisnis dengan perusahaan asal Tiongkok. Padahal, perusahaan Tiongkok banyak mengandalkan teknologi AS mulai dari perangkat lunak hingga perangkat keras.
Namun awal pekan ini, Senin (19/7), pemerintah AS memperpanjang penangguhan hukuman untuk Huawei selama 90 hari kedepan. Selama masa ini, perusahaan teknologi Tiongkok, termasuk Huawei, masih dapat membeli komponen dari perusahaan teknologi AS untuk kebutuhan produksi.
(Baca: Trump Tak Ingin AS Berbisnis dengan Huawei)
"Sekarang perusahaan berada dalam krisis hidup atau mati, prioritas pertama kami adalah mendorong semua kru untuk berkontribusi, dan yang kedua adalah memilih dan mempromosikan bakat, dan menambah 'darah baru' ke sistem kami," ujar Ren seperti dikutip dari CNBC, Rabu (21/8).
Dia juga menekankan agar para stafnya agar memperhatikan kualitas kontrak yang mereka tandatangani dengan pelanggan untuk memastikan kontrak tersebut dibayar tepat waktu sehingga tidak menyebabkan arus kas yang bermasalah. Ren menambahkan, Huawei juga akan mempercepat pembelian peralatan penting untuk memenuhi permintaan pelanggan.