Riset Facebook menunjukkan, perusahaan e-commerce berpotensi merugi US$ 20 miliar atau sekitar Rp 280 triliun setiap tahunnya. Alasannya, karena ada friksi ketika pengguna berkunjung ke platform e-commerce, sehingga batal berbelanja.
Studi tersebut bertajuk Zero Friction Future, yang dikerjakan Facebook bersama Boston Consulting Group (BSC) dan Growth for Knowledge (GfK). Berdasarkan riset itu, 94% masyarakat Indonesia menemukan friksi atau hambatan saat berbelanja. Alhasil, 54% di antaranya batal berbelanja.
Karena itu, Facebook menilai pelaku usaha di industri ini kehilangan potensi pendapatan Rp 280 triliun. “Kami melihat belum semua pelaku bisnis siap untuk memenuhi ekspektasi konsumen. Akibatnya banyak konsumen yang berhenti di tengah berbagai fase belanjanya,” kata Marketing Science Lead Facebook Indonesia Adisti Latief di Jakarta, kemarin (18/7).
(Baca: Tren Layanan Personalisasi, Nilai Pasarnya Diprediksi Rp 437 Triliun )
Friksi yang dimaksud, seperti iklan yang tidak relevan dengan keinginan konsumen, kurangnya informasi atau ulasan terkait suatu produk hingga rumitnya proses transaksi. Ketidaktahuan pelaku usaha mengenai keinginan konsumen ini membuat mereka kehilangan pendapatan.
Riset tersebut menunjukkan, friksi yang paling sering dikeluhkan konsumen adalah iklan yang tidak relevan. Sebanyak 61% responden batal belanja karena penawaran dan iklan yang tidak sesuai keinginan mereka. “Relevansi ads menjadi salah satu drop of point di typical consumer,” katanya.
Lalu, 55% konsumen batal bertransaksi karena kurangnya ulasan mengenai produk atau toko. Selain itu, 60% responden jasa keuangan berharap adanya konsistensi antara iklan dan harga asli produk. Lalu, 66% lainnya mengeluh karena panjangnya proses pendaftaran dan lamanya konfirmasi.
Kemudian, 63% responden jasa keuangan dan 65% dari e-commerce batal berbelanja karena sulit menghubungi costumer support. Adapun riset ini dilakukan terhadap 1.600 responden berusia 18 hingga 54 tahun, pada September-Oktober 2018.
(Baca: Facebook Catat 39% Pengguna Akun Bisnisnya adalah Perempuan)
Facebook memandang hal tersebut sebagaisebaga potensial. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu menawarkan solusi melalui media sosial dan aplikasi percakapan yang mereka punya, yakni Facebook, Instagram, Messenger, dan Whatsapp.
Ada tiga solusi yang ditawarkan yakni meningkatkan kunjungan (discovery), kesesuaian iklan (link ads), dan memaksimalkan peran costumer support. “Kami akan gunakan influencer dan Instagram untuk (solusi) discovery,” kata Client Partnert Facebook Aldo Rambie.
Facebook menyiapkan produk bernama branded content yang berfungsi untuk mengontrol reputasi bisnis, lewat konten iklan yang sesuai. Caranya, Facebook menggaet influencer untuk memperkenalkan produk. Unggahan itu akan diteruskan menjadi iklan, guna menjangkau lebih banyak konsumen.
(Baca: Instagram Luncurkan Tiga Fitur Baru untuk Berbelanja)
Reporter: Abdul Azis Said (Magang)