Amartha Klaim Peminjam yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Turun 22%

Amartha
Pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Amartha Andi Taufan Garuda Putra.
Penulis: Desy Setyowati
30/4/2019, 16.36 WIB

Perusahaan financial technology (fintech) pinjaman (lending) PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha mengklaim, peminjam di platformnya yang hidup di bawah garis kemiskinan turun 22% pada 2018. Menurut Amartha, data ini menunjukkan peran penting fintech pinjaman.

Apalagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan rata-rata turun 1,1% per tahun. Maka, menurut CEO sekaligus pendiri Amartha Andi Taufan Garuda Putra, penurunan kemiskinan peminjam Amartha lebih cepat dibanding nasional.

Data ini disampaikan Amartha dalam Sustainable Accountability Report 2018. “Hal ini membuktikan bahwa perusahaan fintech bisa membawa dampak positif, jika kami semua tidak hanya berpikir mengejar keuntungan, tetapi juga membantu masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (30/4).

(Baca: Inflasi Terjaga, Penduduk Miskin September 2018 Turun 280 Ribu Orang)

Mengacu pada data BPS, penduduk miskin adalah yang rerata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung dari nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Selain itu, hitungannya juga berasal dari pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Amartha mencatat, mitra yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 63% dari total peminjam pada 2016. Pada akhir 2018, jumlah mitra yang hidup di bawah garis kemiskinan turun menjadi 41% dari total peminjam.

(Baca: Tingginya Inflasi di Perdesaan Berpotensi Hambat Penurunan Kemiskinan)

Hingga April 2019, Amartha sudah mengucurkan modal usaha lebih dari Rp 1 triliun kepada 223 ribu perempuan pengusaha mikro. Amartha sendiri menyebut peminjamnya, yang merupakan perempuan sebagai mitra. Peminjam Amartha ini tersebar di 3.500 desa di Indonesia.

Amartha mencatat, pendapatan perempuan yang menjadi mitranya naik 59% dari Rp 4,2 juta menjadi Rp 6,7 juta per bulan. Peningkatan pendapatan ini lantas berdampak pada berkurangnya angka kemiskinan.

Ia menyampaikan, perusahaannya melakukan beberapa program untuk menurunkan angka kemiskinan mitranya. Pertama, menyediakan akses modal supaya mitra bisa memulai dan mengembangkan usaha. Kedua, memberikan pelatihan wirausaha dan literasi keuangan supaya bisa mengelola keuangan. Terakhir, meningkatkan daya beli mitra.

(Baca: Jumlah Peminjam di Amartha Naik Hampir 100% Sejak Awal 2019)

Untuk itu, Amartha menyediakan 1.100 pendamping mitra. “Yang dibutuhkan masyarakat supaya bisa produktif bukan cuma modal, tetapi juga pendampingan supaya mereka bisa bijak menggunakan modalnya demi keberlangsungan usaha,” kata dia.

Seiring dengan meningkatnya pendapatan, 52% mitra Amartha bisa menyisihkan uang untuk membeli peralatan penunjang usaha seperti sepeda motor dan merenovasi toko. Sebagian mitra juga bisa mengalokasikan keuntungan usahanya untuk membeli keperluan konsumtif seperti telepon seluler dan televisi.

Salah seorang mitra Amartha Apsiah merasa kehidupannya membaik setelah bergabung pada 2010 lalu. “Dulu, saya hanya peternak ikan cupang. Sekarang saya bisa menjadi pengumpul ikan cupang dari para peternak dan buka kios di Jakarta,” ujar perempuan yang tinggal di Ciseeng, Bogor ini.

(Baca: Amartha, Spesialis Pemberi Kredit Mikro bagi Perempuan)

Reporter: Desy Setyowati