Indonesia memiliki empat unicorn atau startup bervaluasi lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun. Namun riset SEA Group menunjukkan, generasi muda Indonesia lebih memilih bekerja sebagai wirausaha dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketimbang startup.
Riset tersebut dilakukan terhadap 14 ribu responden berusia di bawah 36 tahun, selama Juli 2018. Sebanyak 24,4 % responden memilih menjadi wirausaha. Lalu, 17,1 % memilih menjadi PNS dan 16,5 % ingin bekerja di usaha keluarga. “Wirausaha adalah pekerjaan paling populer,” ujar Group Chief Economist Sea Group Santitarn Sathirathai di Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa (9/4).
(Baca: Soal Talenta Digital, Indonesia Masih Kalah dari India)
Sebanyak 11,4 % memilih bekerja di perusahaan multinasional dan 9,5 % di badan amal. Kemudian, 8,8 % ingin bekerja di perusahaan lokal besar dan 7,1 % memilih Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hanya 5,2 % yang memilih bekerja di startup bidang digital.
Ada tiga alasan generasi muda Indonesia dalam memilih pekerjaan, yakni punya dampak sosial (social impact), menambah pengalaman (gaining experience), dan penghasilan yang stabil (stable income). “Mereka ingin menjadi bagian dari hal yang penting,” kata dia.
(Baca: Cerita Startup Habiskan Rp 1 Miliar untuk Rekrut Talenta Digital)
Mengacu pada data tersebut, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menggelar idEAWorks Edu kepada 1.500 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga mahasiswa. Seminar membahas tentang beragam profesi di industri digital. Acara ini digelar pada 9-10 April di The Kasablanka, Jakarta.
Ia pun mengundang beberapa perusahaan rintisan seperti Sayurbox dan Aruna. Kedua startup ini memotong rantai distribusi di bidang pertanian dan perikanan. Alhasil, harga jual yang diterima petani ataupun nelayan menjadi lebih baik. Begitu pun bagi konsumen.
Ignatius memperkirakan, Indonesia bakal kekurangan talenta digital jika generasi mudanya tidak segera mengembangkan diri sesuai kebutuhan masa kini. “Pekerjaan di bidang digital ini juga ada motif sosialnya,” ujar dia.
(Baca: Kominfo Alokasikan Rp 109,4 Miliar untuk 20 Ribu Talenta Digital)
Mahalnya Biaya Merekrut Talenta Digital
Survei idEA terhadap 500 startup pun menunjukan, perusahaan rintisan nasional mengeluarkan biaya Rp 210 juta hingga Rp 1,1 miliar untuk merekrut talenta di tataran pimpinan atau chief level. Tingginya biaya rekruitmen itu terjadi lantaran minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang digital di Indonesia.
Untuk mendapat talenta junior, startup biasanya membayar Rp 13,2- 29 juta. Lalu, biaya untuk mencari talenta dengan kualifikasi menengah biayanya sebesar Rp 25- 79 juta dan untuk senior sebesar Rp 66- 264 juta. Biaya rekruitmen yang harus dibayarkan kepada head hunter ini belum termasuk gaji dan fasilitas lain untuk pekerjanya sendiri.
(Baca: Bidik Talenta Muda, Bukalapak Buka Kantor Riset Kedua di Surabaya)
Selain itu, rasio pegawai keluar-masuk (turn over) perusahaan digital mencapai 19,22 %. Menurutnya, rasio ini sangat tinggi dibanding rata-rata industri lain hanya 10 %. "Kalau pegawai ‘dibajak’ kan gajinya akan naik di perusahaan berikutnya. Ini yang menjadi biaya tinggi," kata Ignatius, pada November 2018 lalu.
idEA mencatat, talenta digital dengan gaji termahal di Indonesia adalah teknologi informasi seperti programmer. Disusul oleh produk manajemen, data atau business intelligence, digital marketing, brand manager, dan sales.
(Baca: Kemenkominfo Tawarkan Beasiswa Untuk 20 Ribu Digital Talent)