Tiga raksasa teknologi, yakni Google, Facebook dan Microsoft membentuk koalisi teknologi untuk memberantas pelecehan seksual online terhadap anak-anak.
Melalui koalisi, tiga perusahaan ini akan menginvestasikan jutaan dolar Amerika Serikat (AS) dalam penelitian, serta menerbitkan laporan tahunan tentang kemajuannya dalam menangani konten bermuatan seksual.
Koalisi Google, Facebook dan Microsoft ini bermitra dengan organisasi seperti The United Nations Children's Fund (UNICEF) dan badan-badan amal lainnya, yang fokus pada perlindungan anak. Sasaran kerja sama adalah, menyediakan dana dan saran untuk pembuatan platform yang mampu mengimplementasikan keamanan anak-anak.
Kolaborasi tiga perusahaan teknologi ini dilakukan dengan mempertimbangkan lonjakan pengguna internet, yang pada 2020 telah mencapai 4,5 miliar pengguna.
Makin banyaknya pengguna internet secara otomatis meningkatkan tantangan untuk menghadirkan konten yang mampu melindungi anak-anak dari kejahatan seksual atau child sexual exploitation and abuse (CSEA).
"Alat teknologi untuk mendeteksi dan melaporkan konten CSEA memang menjadi lebih canggih, tetapi hal ini juga diikuti dengan makin canggihnya platform yang digunakan untuk pelecehan seksual. Ini yang coba cegah dan hapuskan," tulis Koalisi Teknologi tersebut, dilansid dikutip dari CNBC International, Kamis (11/6).
Adapun, rencana penanganan CSEA online yang diinisiasi kolaborasi teknologi ini memiliki lima tujuan utama. Pertama, menginvestasikan teknologi inovatif untuk menangani materi pelecehan seksual anak di situs mereka.
(Baca: Facebook hingga Twitter Diminta Lapor soal Hoaks Corona ke Uni Eropa)
Kedua, mengadakan forum tahunan dengan pemerintah, penegak hukum, dan pemangku kepentingan lainnya, serta acara berkala. Ketiga, mendanai penelitian independen ke dalam tren seputar eksploitasi anak online dan langkah-langkah untuk mencegahnya.
Keempat, membuat sistem baru dan mengembangkan yang sudah ada untuk berbagi informasi dan ancaman di seluruh industri. Kelima, membagikan wawasan tentang pelaporan pelecehan seksual anak, dan bentuk proses bagi perusahaan untuk membandingkan kemajuan mereka.
Chief Operating Officer Facebook Sheryl Sandberg mengatakan, rencana itu yang diberi nama "Project Protect" ini merupakan kolaborasi menggabungkan pikiran paling cerdas dari seluruh industri teknologi, untuk mengatasi masalah serius yang tidak dapat diselesaikan oleh perusahaan mana pun.
Pelecehan seksual terhadap anak-anak secara online termasuk dalam kejahatan serius di beberapa negara. Inggris misalnya, telah memperkenalkan Undang-undang (UU) baru untuk menangani konten-konten yang berbahaya, termasuk eksploitasi anak dan terorisme.
Selain itu, ada kekhawatiran pandemi corona dan tindakan penguncian yang dihasilkan telah meningkatkan risiko pelecehan seksual anak yang menyebar secara online. Pada 20 Mei, badan amal Internet Watch Foundation mengatakan, ada 8,8 juta upaya mengakses gambar dan video anak-anak yang menderita pelecehan seksual selama penutupan di negara itu.
Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel menyambut bai gerakan terbaru dari Koalisi Teknologi. Dia memberi label pelecehan seksual anak secara online sebagai hal yang 'memuakkan'. "Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak bekerja sama untuk memberantas kejahatan ini.
"Perusahaan teknologi perlu bekerja dengan cepat dan melangkah lebih jauh untuk mengatasi masalah kritis yang dapat membuat anak-anak rentan terhadap predator online," ujarnya.
(Baca: Cegah Hoaks, Pengguna Twitter Tak Bisa Retweet Sebelum Baca Konten)