Eropa Menilai Twitter dan Facebook ‘Berkuasa’ Pasca Blokir Akun Trump

Katadata
Ilustrasi media sosial
Penulis: Desy Setyowati
12/1/2021, 10.17 WIB

Pejabat Uni Eropa dan Inggris mempertanyakan regulasi raksasa teknologi, setelah Twitter hingga Facebook memblokir akun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Mereka menilai, perusahaan media sosial memiliki ‘kekuasaan’ untuk menentukan siapa yang tidak dan boleh bersuara.

Twitter memblokir akun Trump secara permanen, karena cuitannya dikhawatirkan mendorong penghasutan seperti kerusuhan di gedung Capitol, Washington DC pekan lalu (6/1). Facebook juga membekukan media sosial pemimpin AS itu hingga pelantikan Joe Biden dan Kamala Harris sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang baru pada 20 Januari.

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock menilai, tindakan itu menunjukkan bahwa raksasa teknologi mengambil keputusan ‘editorial’. “Ini menimbulkan pertanyaan yang sangat besar tentang bagaimana media sosial seharusnya diatur,” kata dia kepada BBC dikutip dari CNBC Internasional, Senin (11/1).

"Mereka dapat memilih siapa yang tidak dan boleh bersuara di platform," kata Hancock.

Komisaris Uni Eropa untuk pasar internal Thierry Breton mengatakan bahwa CEO raksasa teknologi dapat menghentikan ‘pengeras suara’ potus atau President of The United States tanpa adanya check and balances merupakan hal yang membingungkan.

“Ini tidak hanya menegaskan kekuatan platform, tetapi juga menunjukkan kelemahan yang mendalam terkait cara masyarakat kita diatur di ruang digital,” kata Thierry.

Di Inggris dan Eropa, penerbit seperti surat kabar, memiliki kebebasan tertentu tetapi tetap mengikuti Undang-undang (UU) dan kode etik. Oleh karena itu, mereka dapat dibawa ke pengadilan atau dipaksa untuk mengoreksi konten, jika mempublikasikan hal yang diskriminatif atau memfitnah.

Terkait media sosial, pada 2018, Uni Eropa menerapkan Peraturan Perlindungan Data Umum alias GDPR yang memberikan wewenang lebih besar kepada pengguna atas data mereka. Namun, dengan adanya pemblokiran akun Trump, Inggris dan Eropa mempertanyakan regulasi yang tepat bagi raksasa teknologi seperti Twitter dan Facebook.

Mereka menilai, para big tech ini bertindak sebagai penerbit. Saat ini, Inggris dan Eropa tengah mengkaji aturan baru terkait raksasa teknologi, dalam hal data dan antimonopoli.

Halaman: