WhatsApp kehilangan jutaan pengguna pada awal tahun, berdasarkan data App Annie. Itu karena kebijakan baru soal penggunaan data menuai kontroversi. Anak usaha Facebook ini pun menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah konsumen beralih.

Salah satu caranya, gencar menyebarkan informasi penjelasan terkait kebijakan baru soal penggunaan data. Aturan ini akan berlaku 15 Mei, dari rencawa awal 8 Februari.

Perusahaan pengembang aplikasi media sosial itu mengatakan, banyak pengguna yang bingung terhadap kebijakan baru soal privasi. Oleh karena itu, “kami akan menyediakan lebih banyak informasi, sehingga pengguna dapat membacanya dengan saksama,’ kata WhatsApp dalam siaran pers, Jumat (19/2).

Pada Januari lalu, WhatsApp membuat status di aplikasi. Status ini memuat tentang fitur, aturan, dan informasi lainnya.

WhatsApp membuat status yang menjelaskan tentang fitur dan kebijakan baru, maupun informasi lainnya. (Katadata/desy setyowati)

Korporasi seinduk (sister company) dengan Instagram itu pun bakal menyediakan informasi tambahan untuk menjawab berbagai pertanyaan pengguna. Selain itu, mengingatkan konsumen untuk meninjau dan menerima pembaruan.

"Hal itu agar pengguna dapat terus menggunakan WhatsApp," kata perusahaan.

Pada bulan lalu, perusahaan memperkenalkan kebijakan baru terkait penggunaan data. Ini memuat 10 subtopik yakni data yang dikumpulkan oleh perusahaan, penggunaannya, informasi yang pengguna dan WhatsApp bagikan, serta informasi pihak ketiga.

Lalu, cara WhatsApp bekerja sama dengan Facebook, pengalihan data jika perusahaan konsolidasi atau bangkrut, UU, pengelolaan informasi, operasional global, dan pembaruan aturan.

"Anda dapat menghapus akun WhatsApp kapan pun, termasuk jika ingin membatalkan persetujuan terhadap penggunaan informasi Anda sesuai dengan hukum yang berlaku," kata perusahaan pada Januari lalu.

"Jika Anda hanya menghapus WhatsApp dari perangkat tanpa menggunakan fitur ‘Hapus Akun Saya’ di aplikasi, informasi Anda akan kami simpan untuk periode yang lebih lama."

Kebijakan itu menuai kontroversi, karena pengguna khawatir WhatsApp membagikan data pribadi dengan Facebook. Mereka juga khawatir tidak bisa menggunakan aplikasi, jika tidak menyetujui aturan itu.

"Jika satu-satunya cara untuk menolak (modifikasi ini) yakni dengan berhenti menggunakan WhatsApp, maka persetujuan akan dipaksakan dan pemrosesan data pribadi adalah ilegal,” kata pengacara asosiasi pembelaan pengguna Internet La Quadrature du net Arthur Messaud kepada AFP, dikutip dari France24, Januari lalu (11/1).

WhatsApp menegaskan bahwa kebijakan privasi baru tersebut tidak melemahkan keamanan enkripsi end to end. Pembaruan ini hanya memperjelas cara kerja perpesanan dan fitur bisnis di platform. Misalnya, opsi bagi pelaku usaha untuk memasang tombol di laman toko di Facebook agar terhubung dengan WhatsApp. 

Selain itu, kebijakan tersebut menjelaskan tentang opsi penggunaan pihak ketiga atau third-party hosting untuk WhatsApp Business. "Pembaruan tidak akan memperluas kemampuan WhatsApp untuk berbagi data dengan Facebook," kata WhatsApp.

Imbas kekhawatiran tersebut, jumlah unduhan WhatsApp melorot di beberapa negara. Berdasarkan data perusahaan riset App Annie, perusahaan kehilangan jutaan pengguna pada awal tahun. 

Di Inggris misalnya, peringkat WhatsApp pada Januari 2021 melorot dari urutan pertama yang paling banyak diunduh menjadi kedelapan.

Di India, survei LocalCircles menunjukkan bahwa 15% dari 8.977 pengguna tak lagi menggunakan WhatsApp pada awal tahun. Sedangkan 36% mengurangi penggunaan aplikasi di bawah naungan Facebook ini. Hanya 18% yang masih memakainya.

Di Indonesia, data Sensor Tower menunjukkan bahwa jumlah unduhan WhatsApp per 21 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021 mencapai 1,9 juta. Dua pekan setelahnya, angkanya turun 26% menjadi 1,4 juta.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan