Ada enam unicorn di Indonesia yakni Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, OVO, J&T Express, dan Online Pajak. Selain itu, satu decacorn, Gojek. Ini dinilai menjadi alasan raksasa teknologi membangun pusat data (data center) dan menyediakan solusi komputasi awan (cloud) di Tanah Air.
Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) Cisco dan Boston Consulting Group (BCG) menjelaskan, banyaknya unicorn serta tingginya pengeluaran teknologi informasi (IT) dari perusahaan di Indonesia menjadi peluang.
President Cisco ASEAN Naveen Menon mengatakan, Indonesia merupakan negara yang menghasilkan banyak startup. Selain itu, “ada banyak unicorn dan superapp seperti Tokopedia dan Gojek. Mereka menghasilkan banyak data," kata dia dalam konferensi pers virtual, Selasa (24/8).
Unicorn dan startup pada umumnya menghasilkan banyak data, karena layanannya digunakan oleh pelanggan setiap hari. "Jadi ini berpotensi mendukung pengembangan cloud," katanya.
Selain itu, ekonomi digital di Nusantara dinilai besar. "Indonesia merupakan pasar terbesar untuk layanan public cloud di Asia Tenggara pada 2024," kata Managing Director and Partner BCG Prasanna Santhanam.
Berdasarkan laporan berjudul The Future of Cloud in Asia Pacific dari Cisco dan BCG, pengeluaran infrastruktur informasi dan teknologi (IT), serta public cloud Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Pertumbuhan majemuk tahunan alias compound annual growth rate (CAGR) pengeluaran perusahaan di Indonesia untuk IT 13% selama 2020 - 2024. Sedangkan di Malaysia 10% dan Singapura 8%.
Sedangkan CAGR pengeluaran layanan public cloud di Indonesia 25%. Lebih tinggi dibandingkan Malaysia 23% dan Singapura 20%.
"Layanan public cloud di Indonesia berkembang sangat pesat. Ini menjadi pasar yang sangat menarik," kata Prasanna.
Namun, Global Chief Economist, the Economist Intelligence Unit (EIU) Simon Baptist mengatakan ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi jika menyasar pasar Indonesia. “Yakni regulasi data," ujarnya.
Ia menilai, investasi infrastruktur data atau cloud di Indonesia akan besar jika didukung regulasi. Sedangkan pemerintah dan DPR masih mengkaji Rancangan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Meski begitu, raksasa teknologi berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk membangun pusat data dan menyediakan cloud. Mereka di antaranya Alibaba Cloud, Google Cloud, Amazon Web Services (AWS), Microsoft hingga Tencent.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa Google Cloud meminta Indonesia untuk menjadi hub pusat data di Asia.
"Saya berbicara dengan Google Cloud. Mereka akan minta Indonesia menjadi hub Google Cloud di Asia. Saya kira ini permintaan yang sangat wajar," kata Luhut dalam webinar bertema ‘Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI)’, Juni tahun lalu (23/6/2020).
Katadata.co.id mengonfirmasi hal itu kepada CEO Google Cloud Thomas Kurian. Ia enggan berkomentar. Namun, dia menjelaskan bahwa pasar Indonesia memang potensial.
"Itu karena (hal-hal) yang menjanjikan di Indonesia dan ekonomi digital yang kami lihat berkembang pesat, kami menyediakan infrastruktur digital untuk menyatukan antarpulau," kata Kurian saat round table VIP Next On Air, Juli tahun lalu (16/7/2020).
Sedangkan Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie mengatakan, Indonesia merupakan pasar strategis. "Keberadaan unicorn artinya banyak pelanggan yang dilayani,” kata dia saat konferensi pers virtual, tahun lalu (24/6/2020).