Kementerian Komunikasi dan Informatika alias Kominfo mencatat, penggunaan tanda tangan digital mengalami peningkatan 350 % selama pandemi Covid-19. Namun, ahli teknologi informasi (IT) menilai ada risiko pencurian data dengan beragam modus dalam aktivitas tanda tangan digital ini.
Direktur Cybersecurity BDO Indonesia sekaligus Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Novel Ariyadi mengatakan aktivitas tanda tangan digital rentan terhadap pencurian data, karena menyimpan data berharga, seperti perjanjian kerja sama hingga persetujuan pinjaman. Itu kemudian yang menjadi target para pelaku kejahatan siber.
"Sering terjadi, pelaku kejahatan memperjual belikan data pribadi pengguna," kata Novel dalam konferensi pers virtual, Kamis (4/11).
Ia menjelaskan, ada sejumlah modus pencurian data layanan tanda tangan digital. Misalnya, pelaku memanfaatkan lengahnya sistem keamanan platform. "Dalam proses permintaan dokumen pribadi, kalau tidak diawasi dengan ketat bisa jadi celah," katanya
Modus lainnya, pelaku melakukan peretasan terhadap sistem layanan tanda tangan digital. "Tentunya akan ada modus lainnya, dan ini akan terus berkembang," ujar Novel.
Untuk itu, ia menyarankan agar penyelenggara layanan tanda tangan digital membuat sistem keamanan digital yang tersertifikasi. Hal itu termasuk pada peningkatan kompetensi dalam pengamanan data pribadi. Selain itu, perlu adanya pengawasan yang dilakukan regulator.
Kegiatan tanda tangan digital sebenarnya diatur melalui berbagai regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
CEO & Co-Founder VIDA, Sati Rasuanto mengatakan perusahaannya juga telah menerapkan sejumlah langkah-langkah mencegah risiko keamanan siber, dari layanan tanda tangan digital sesuai aturan yang berlaku. Misalnya, perusahaan menerapkan otentikasi dan otorisasi secara digital.
Selain itu, pihaknya juga memanfaatkan asuransi sertifikat digital. "Kami juga terus berinovasi seperti menerapkan life detection," katanya. Alhasil, foto dan video untuk verifikasi lebih otentik.
Sebelumnya, Kominfo mencatat, penggunaan tanda tangan digital mengalami peningkatan 350% selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data Kominfo, ada lebih dari 2,58 juta sertifikat elektronik selama 2018-2020. Itu sudah termasuk pihak yang mengadopsi tanda tangan digital.
Sementara itu, berdasarkan riset dari Market and Market, potensi pasar tanda tangan digital secara global mencapai US$ 2,8 miliar atau setara Rp 39,9 triliun (kurs Rp 14.250) tahun lalu. Nilai tersebut diperkirakan bakal terus meningkat menuju US$ 14,1 miliar atau setara Rp 200,9 triliun pada 2026.
"Itu menunjukkan tanda tangan digital semakin banyak digunakan dalam transaksi online. Keberadaannya menjadi katalisator," kata Sekjen Kominfo Mira Tayyiba dalam diskusi FinTech Talk bertajuk The Key Role of Digital Signature Innovation and Services in Supporting Digital Economy Ecosystem, Juli lalu.