Marak Data Bocor dan Kejahatan Siber, OJK Buat Aturan Khusus

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi kebocoran data
12/1/2022, 17.01 WIB

Kejahatan Siber termasuk kebocoran data melonjak dua kali lipat tahun lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyiapkan langkah antisipasi data bocor, mengingat sektor keuangan menjadi incaran peretas (hacker).

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ada 927 juta upaya serangan siber tahun lalu. Jumlahnya melonjak dua kali lipat dibandingkan 2020 sebanyak 495 juta. 

"Aktivitas anomali traffic atau serangan siber banyak terjadi pada Mei dan Oktober tahun lalu," kata Koordinator Fungsi Manajemen Risiko dan Pengukuran Tingkat Kematangan Keamanan Siber dan Sandi Sektor Keuangan, Perdagangan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif BSSN Baderi dalam webinar Katadata X DELL Technologies, Rabu (12/1).

Ia mencatat, sistem pemerintah dan sektor keuangan menjadi incaran peretas. Tahun lalu, porsi serangan siber ke industri keuangan 21,8%.

Salah satu modus serangan siber yang banyak terjadi di sektor keuangan yakni phising atau penipuan dengan cara mengelabui calon korban. "Indonesia menjadi negara sasaran target phising," katanya.

Selain phising, modus serangan siber yang banyak terjadi di sektor keuangan yakni menyebarkan malware dan trojan activity. Selain itu, pengumpulan informasi.

Direktur Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Mohamad Miftah mengatakan, serangan siber di sektor keuangan menyebabkan kerugian besar. Tahun lalu, bank umum merugi hingga Rp 246,5 miliar akibat kejahatan siber.

Nasabah bank merugi Rp 11,8 miliar dengan potensi kerugian Rp 4,5 miliar. Nilai ganti rugi nasabah bank mencapai Rp 8,2 miliar.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan