Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti aplikasi PeduliLindungi dalam laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) 2021. Peneliti keamanan siber dari Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha justru memerhatikan balik aplikasi media sosial asal Amerika seperti Facebook dan Instagram.
Ia mengatakan, aplikasi PeduliLindungi memang mengumpulkan data, khususnya terkait pasien terpapar virus corona. Informasi ini juga termasuk riwayat perjalanan ke luar negeri.
“Aplikasi ini sudah berintegrasi dengan eHAC, sehingga juga mengambil dan memproses data dari luar negeri baik Warga Negara Asing (WNA) maupun WNI. Utamanya, soal histori perjalanan seseorang apakah dari negara dengan konsisi pendemi Covid-19 yang parah,” ujar Pratama kepada Katadata.co.id, Sabtu (16/4).
Ia juga mencatat, aplikasi PeduliLindungi meminta akses lokasi ponsel. “Tapi kini bisa dinon-aktifkan, sehingga tidak mengganggu privasi,” kata Pratama.
Menurutnya, tudingan Kemenlu AS soal aplikasi PeduliLindungi mengambil terlalu banyak data seharusnya tidak relevan. Ia juga menyoroti platform asal Negeri Paman Sam yang banyak mengambil data pengguna.
“Bandingkan dengan banyak aplikasi asal Amerika seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp yang jauh lebih dalam mengambil bahkan memproses data sampai pada bisa mengintrol psikologis massa dan individu pemakainya,” katanya.
Pratama menilai, pernyataan Kemenlu AS soal aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM bukan tanpa alasan. “Artinya ada situasi geopolitik di belakangnya. Namun terlepas dari itu, bisa kita lihat beberapa hal teknis yang menjadi catatan bagi aplikasi PeduliLindungi,” ujarnya.
Menurutnya, isu soal aplikasi PeduliLindungi lebih kepada menjaga keamanan dibanding pemrosesan data yang bermasalah. “Sejauh ini tidak ada masalah signifikan kecuali sempat tersiarnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) Presiden (Jokowi). Ini sebenarnya juga sudah ada di Google jauh-jauh hari,” kata dia.
Sebelumnya, pembahasan aplikasi PeduliLindungi dalam laporan Praktik HAM 2021 oleh AS, masuk dalam poin F. Ini termasuk dalam gangguan terhadap privasi, keluarga, rumah, atau korespondensi.
Poin F tersebut merupakan bagian dari Seksi 1 tentang Penghormatan Atas Integritas Indvidu.
Kemenlu AS merujuk pernyataan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang prihatin terhadap data yang dikumpulkan. Meski demikian, Amerika tak merujuk lembaga mana yang melaporkan masalah ini.
"LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi yang dikumpulkan dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," demikian laporan Kemenlu AS, dikutip Jumat (15/4).
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, PeduliLindungi melindungi masyarakat saat gelombang Covid-19 varian Delta dan Omicron.
"Kami mohon agar semua pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran," kata Nadia dalam keterangan tertulis, Jumat (15/4).
Nadia menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi memuat prinsip tata kelola yang jelas, termasuk tunduk dengan ketentuan perlindungan data pribadi. Bahkan pengembangannya mengacu kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the Covid-19 Response 2020.
Selain itu, seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam kerangka kerja keamanan yang disebut Data Ownership and Stewardship. Persetujuan dari pengguna juga menjadi lapisan (layer) dalam setiap transaksi pertukaran data.
Kemenkes juga menggandeng lembaga lain untuk memastikan sistem yang ada di PeduliLindungi aman. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membantu penerapan sistem pengamanan berlapis pada aplikasi, infrastruktur, dan data terenkripsi.
Tak hanya itu, PeduliLindungi melalui rangkaian penilaian dalam pendaftaran sistem elektronik di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). "PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan Covid-19 di Indonesia dibandingkan negara tertangga bahkan negara maju," kata Nadia.
Hingga saat ini, aplikasi tersebut diunduh lebih dari 90 juta orang. PeduliLindungi yang diunduh pasien Covid-19 akan berwarna hitam ketika dipindai di pintu masuk fasilitas publik, sehingga tidak menulari warga lain.
Sepanjang 2021 - 2022, aplikasi itu mencegah 538.659 upaya pasien Covid-19 melakukan perjalana domestik dan mengakses ruang publik tertutup. Selain itu, PeduliLindungi menahan 3.733.067 orang dengan status merah atau vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik.