Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menegaskan bahwa mereka tidak berwenang menentukan tarif layanan pengantaran barang dan makanan ojek online alias ojol.
Kominfo hanya dapat mengatur komponen perhitungan layanan tarif, sementara besaran nominal tarif ditentukan oleh pihak aplikator atau perusahaan penyedia layanan.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan, Kominfo hanya mengatur komponen perhitungan tarif pengantaran barang dan makanan ojol yang termasuk dalam layanan pos komersial.
Komponen yang dimaksud adalah biaya operasi, biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya umum dan biaya yang tidak bersinggungan langsung dengan proses produksi. Ketentuan ini mengacu pada pada Pasal 3 Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.
"Penyelenggara pos ini bukan pemerintah. Kami hanya mengatur formula tapi kewenangan untuk menentukan tarif itu aplikator," kata Wayan saat ditemui di Kantor Kominfo pada Jumat (30/8).
Pernyataan Wayan itu sekaligus menanggapi adanya desakan dari Koalisi Ojol Nasional (KON) yang meminta Kominfo untuk turut serta dalam penentuan tarif layanan pos komersial. Aspirasi tersebut disampaikan saat KON menggelar aksi demostrasi di area Monumen Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Kamis, 29 Agustus.
Wayan mengatakan, meski para aplikator memiliki kewenangan untuk menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan biaya dan investasinya, pihak Kominfo terus memonitor fluktuasi pemberlakukan tarif aplikator kepada mitra ojol agar tidak terlampai rendah.
Kebebasan bagi para aplikator untuk menentukan tarif layanan pos komersialnya masing-masing didasari oleh kebutuhan aplikator yang harus menyesuaikan tarif agar sesuai dengan biaya operasional serta mempertimbangkan daya saing pasar.
"Ya kan mereka berinvestasi ya. Kalau tarif mereka terlalu tinggi maka akan ditinggal oleh pengguna. Kalau terlalu rendah kapan balik modalnya," ujar Wayan.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hukum KON Cang Rahman Tohir mendesak Kominfo untuk merevisi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.
Rahman menganggap bahwa ketentuan tersebut tidak melibatkan pemerintah dalam penentuan tarif layanan pos komersial untuk para pengemudi ojol.
"Yang artinya mengenai tarif diserahkan kepada pasar, kepada masing-masing perusahaan. Dampaknya para aplikator bersaing soal tarif. Persaingan tidak sehat ini yang merugikan mitra," kata Rahman saat ditemui di lokasi aksi pada Kamis (29/7).
Dia juga menekankan adanya fenomena rendahnya upah yang diterima oleh pengemudi ojol untuk layanan pesan-antar barang dan makanan Shopee Food, GoFood maupun GrabFood.
"Aplikator sungguh tidak menghargai. Bayangkan mitra hanya dapat Rp 5.000-Rp 7.000. Dengan tarif segitu, apa mungkin cukup untuk hidup zaman sekarang," kata Rahman.
Akhdes, Mitra ShopeeFood asal Kemayoran, Jakarta Pusat menuntut aplikator untuk menghilangkan sanksi suspend akun. "Misalnya, kami mendapatkan tujuh order pengantaran barang dan tiga dibatalkan, maka akun akan di-suspend atau tidak aktif 30 menit sampai tiga hari,” kata Akhdes kepada Katadata.co.id di lokasi aksi pada Kamis (29/8).
Para ojol yang melaksanakan aksi massa juga menuntut penghilangan program Aceng alias Argo Goceng. Aceng yang dimaksud merujuk pada Program Mitra GoFood Jarak Dekat. Pada Oktober 2023, pengemudi ojek online atau ojol sebenarnya pernah membuat petisi untuk menghilangkan program ini. Petisi itu sudah ditandatangani oleh 195 orang dari target 200.
Pengemudi ojek online Gojek sekaligus Grab, Bintang menjelaskan, tarif pengantaran makanan dan barang maksimal lima kilometer Rp 10.800. Setelah dikurangi potongan 20% menjadi sekitar Rp 8.000.
“Tetapi ada program Aceng, argo goceng. Pengemudi ojol yang tergabung dalam program ini akan didahulukan mengambil order, tetapi argonya parah sekali yakni Rp 5.000. Saya berharap aceng dihilangkan,” kata Bintang kepada Katadata.co.id, Kamis (29/8).