Sri Mulyani Sebut Greenwashing Jadi Tantangan Ekonomi Hijau, Apa Itu?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut fenomena greenwashing alias akal-akalan perusahaan untuk memperoleh citra ramah lingkungan menjadi salah satu tantangan ekonomi hijau ke depan. Ia mengingatkan profesi akuntan menjadi pilar penting dalam pengembangan ekonomi hijau.
"Saya sudah melihat di berbagai negara di eropa, di mana pencatatan green economy ternyata tidak kredibel atau manipulatif. Ini karena standar ESG masih relatif baru, banyak yang melakukan greenwashing," kata Sri Mulyani dalam acara Kongres XIV Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta, Selasa (13/12).
Mengutip Encyclopedia of Corporate Social Responsibility, greenwashing adalah praktik promosi palsu tentang organisasi yang menjaga lingkungan. Greenwashing juga bisa dalam bentuk alokasi dana besar untuk mencitrakan sebagai organisasi ”hijau” ketimbang untuk aksi ramah lingkungan yang sebenarnya.
"Bagian cuci-cuci ini biasanya akuntan yang melakukan, mereka yang mencuci dan ditangkap oleh sesama akuntan. Jadi apakah ini money laundry atau greenwashing? Itu adalah tantangan good governance atau fraud yang baru," kata Sri Mulyani.
Meski demikian, ia tidak membeberkan apakah fenomen greenwashing juga banyak terjadi di dalam negeri. Bendahara negara itu bilang, pemerintah saat ini tengah membuat standar-standar terkiat pengembangan ekonomi hijau yang bisa digunakan untuk menghindari munculnya praktik-praktis greenwashing.
Sri Mulyani juga meminta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk ikut serta membuat standar-standar tersebut. Di depan ratusan akuntan, ia juga mengingatkan pentingnya untuk menjaga integritas dan profesionalisme profesi mereka. Pasalnya, akuntan disebut sebagai value creator dan protector serta menjadi salah satu pilar yang menjaga kepercayaan publik. Profesi akuntan diandalkan oleh para pengambil keputusan baik publik maupun swasta, mempengaruhi keputusan investasi dan sebagainya.
Fenomen greenwashing kembali ramai belakangan ini. Laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) terbaru menunjukkan banyak janji pengurangan emisi oleh korporasi, perbankan, dan kota-kota di dunia sekadar praktek “greenwashing”.
Laporan yang terbit di tengah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim atau COP27 di Mesir tersebut bertujuan menunjukkan garis batas antara klaim dengan aksi iklim sebenarnya. Praktik greenwashing yang dapat menipu konsumen, investor, dan pembuat kebijakan.
Kepala Operasi McKinsey Asia Tenggara Thomas Hansmann mengatakan fenomena greenwashing menjadi risiko pengembangan ekonomi hijau di beberapa wilayah. Meski demikian, ia tidak melihat perusahan-perusahaan di dalam negeri mempraktekkan hal tersebut.
"Saya tahu bahwa terkadang dari luar sepertinya anda melihatnya mereka hanya banyak bicara. Tapi kenyataanya dari apa yang saya lihat dan saya bekerja untuk banyak perusahaan terbesar di Indonesia dan di luar Indonesia, mereka benar-benar berusaha untuk mewujudkannya (komitmen ramah lingkungan)," kata Hansmann dalam acara The 11th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Nusa Dua, Bali, Rabu (7/12).
Ia bahkan melihat bahwa banyak komitmen untuk ekonomi hijau di Indonesia sudah dilakukan dengan 'ketulusan' atau memang bersungguh-sungguh dengan komitmennya. Meski demikian, Hansmann juga melihat profesi akuntansi yang ketata menjadi faktor penting untuk mengatasi masalah ini.